Sabtu, 26 Desember 2009

JUAL BELI



Oleh BUBUNG NIZAR
-----------------
JUAL BELI
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
keadaan manusia yang tidak lepas kehidupannya dengan kebutuhan sehingga manusia melakukan berbagai hal untuk kebutuhannya, termasuk dalam masalah transaksi, hampir manusia melakukan transaksi setiap hari terutama dalam masalah jual beli dan semua itu mengakibatkan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan syara’ yakni pernbuatan “ Riba “ maka disini penulis menyajikan dalam makalah ini mengenai perbuatan Riba yang dilarang oleh ketentuan syara’ yang sering dilakukan oleh manusia

II. Tujuan
• Mendidik manusia yang berpengetahuan terutama dalam jual-beli
• Bertransaksi dengan benar mengikuti pada aturan syara’


BAB II
PEMBAHASAN

I. Aturan Jual Beli
Jual Beli adalah tukar menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad)
Firman Alloh SWT dalam QS An-Nisa : 29
Artinya : “Janganlah kamu harta yang ada diantara kamu dengan jalan bathi melainkan dengan jalan Jual beli suka sama suka”.

II. Rukun Jual Beli
A. Penjual dan Pembeli
Syarat keduanya :
a. Berakal, agar dia tidak terkicuh. Orang gila atau bodoh tidak sah Jual belinya
b. Dengan kehendaknya sendiri (Bukan dipaksa) seperti keterangan diatas (suka sama suka)
c. Keadaannya tidak mubadzir (Pemboros) karena harta yang mubadzir itu ditangan walinya.
Firman Alloh QS Annisa : 5
Artinya : “Janganlah kamus serahkan harta orang-orang yang bodoh itu kepadanya, yang Alloh menjadikan , kamu pemeliharanya, berilah mereka belanja dari hartanya itu (yang ada ditangan kamu)”.
d. Balig berumur (15 tahun ke atas atau sudah dewasa). Anak kecil tidak sah jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum dampai umur dewasa, menurut pendapat setengan ulama, mereka dibolehkan berjual beli yang kecil-kecil, karena kalau tidak dibolehkan sudah tentu menjadi kesulitan dan kesukaran sedangkan agama islam tidak sekali-kali mengadakan aturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.

B. Uang dan Benda yang dibeli
Syarat keduanya :
a. Suci. Barang najis tidak sah dijual, dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan seperti kulit binatang/bangkai yang belum disamak.
Sebagaimana sabda Rosululloh SAW :
“dari Jabir bin Abdullah : berkata Rosululloh SAW, sesungguhnya Alloh dan Rosul-Nya, telah mengharamkan menjual atrak dan bangkai, begtu juga babi dan berhala, pendengar bertanya bagaimana gemuk bangkai ya Rosulalloh, karena gemuk itu berguna buat cat perahu, buat minyak kulit dan minyak lampu? Jwab beliau : ‘ tidak boleh, semua itu haram, celakalah orang yahudi tatkala Alloh mengharamkan akan gemuk bangkai mereka hancurkan gemuk itu sampai menjadi minyak, kemudian mereka jual minyaknya, lalu mereka makan uangnya (sepaka ahli hadist)
b. Ada manfaatnya: tidak boleh menjual sesuatu yang tidak bermanfa’at. Mengambil tukarannya terlarang juga karena masuk dalam arti menyia-nyiakan harta yang terlarang dalam kitab suci
Firman alloh dalam QS Al-Isro : 27
ArtinyA : “Sesungguhnya orang-orang yang menyia-nyiakan harta (pemboros) itu seperti saudara-saudara setan.”
c. Keadaan barang itu dapat diserahkan : tidak sah menjual barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, seperti menjual ikan yang masih ada dilaut atau dikolam, barang rampasan yang barangnya masih ditangan perampasnya, barang yang sedang dirungguhkan (borg) sebab itu mengandung tipu daya (kecohan)
d. Keadaan barang kepunyaan orang yang menjual, kepunyaan yang diwakilinya atau yang menguasakannya, sebagaimana sabda Rosululloh SAW :
لا بيع الا فيما يملك رواه أبو دود والترميذى
Artinya : “tidak sah jual beli selain mengenai barang yang dimiliki.”(Riwayat Abu daud dan tirmidzi)
e. Barang itu diketahui oleh sipenjual dan sipembeli dengan jelas dzatnya, bentuk, ukuran, dan sifat-sifatnya, sehingga tidak akan terjadi antara keduanya kecoh mengecoh. Keterangan hadis yang diatas, yang wajib diketahui dzatnya: kalau barang itu tertentu ialah kadarnya, umpanya sukatan atau timbangannya, kalau barang itu bercampur dengan barang yang lain, umpanya segantang beras atau sekilo gula, cukup melihat sebagian barang asal yang lainnya sama dengan contoh yang dilihat itu, pun cukup lihat kulitnya kalau sekiranya dipecah kulit itu bakal rusak, yang dimaksud terpurung umpanya. Begitu juga sesuatu yang maklum menurut kebiasaan., seperti bawang yang masih dalam tanah. Walaupun keadaan barang boleh jadi ada lebih kurangnya serta bakal merugikan alah satu pembeli dan penjual, tetapi hanya sedikit. Keadaan yang sedikit itu dimaafkan karena kemaslahatan untuk memudahkan langsungnya pekerjaan

C. Kalimat Ijab dan Kobul
Ijab adalah perkataan penjual, umpamanya : saya jual barang ini sekian. Qobul adalah seperti kata si pembeli : saya terima (saya beli) dengan harga sekian. Keterangan ayat yang telah lalu mengatakan jual beli itu suka sama suka sesuai dengan sabda Rosul :
“Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka” (Riwayat Ibnu Hibban)
Sedangkan suka sama suka itu tidak dapat terang diketahui kecuali dengan perkataan yang menunjukan akan suka seorang dengan seorang, karena suka itu dalam hati masing-masing. Ini pendapat kebanyakan ulama. Tetapi Nawawy, Mutawally, Baghawy, dan beberapa ulama yang lain berpendapat bahwa lapadz itu tidak menjadi rukun, hanya menurut adat kebiasaan saja. Apabila menurut adat telah berlaku hal yang seperti itu sudah dipandang jual beli, itu saja sudah cukup karena tidak ada suatu dalil yang jelas untuk mewajibkan lafadz.
Menurut ulama yang mewajibkan lafadz harus memenuhi beberapa syarat :
a. Keadaan ijab dan qobul berhubungan. Artinya salah satu dari keduanya pantas menjadi jawab dari yang lain dan belum berselang lama.
b. Hendaklah mupakat (sama) makna keduanya walaupun lafadz keduanya berbeda.
c. Keadaan keduanya tidak disangkutkan dengan sesuatu yang lain, seperti: kalau saya jadi pergi, saya jual barang ini sekian.
d. Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu seperti sebulan / setahun hukumnya tidak sah.
Apabila rukun atau syaratnya kurang, jual beli tidak dianggap sah. Dibawah ini akan ditulis beberapa contoh jual beli yang tidak sah karena kurang rukun atau syaratnya.
1. Biasa berlaku di Negri kita ini mencampurkan hewan betina dengan yang jantan. Kecampuran itu dengan harga yang tertentu untuk sekali campur, jadi menjual air mani jantan. Ini tidak sah menurut jual beli karena tidak dimaklumi kadarnya, juga tidak dapat diserahkan. Riwayat Muslim dan Nasai mengatakan:
Dari Jabir : sesungguhnya nabi besar SAW telah melarang menjual air mani jantan.
Akan tetapi, dengan jalan persewaan dalam masa yang tertentu menurut madzhab Syapi’I dan Hambali tidak ada halangan. Adapun dengan jalan meminjam, maka sepakat ulama tidak ada halangan malahan dianjurka oleh syara’. Sebagaimana sabda Rosululloh :
Dari abu kabsyah :nabi tela bersabda : barang siapa yang mencampurkan hewan jantan dengan hewan betina kemudian dengan pencampuran itu mendapat anak, adalah bagiannya ganjaran sebanyak tujuh puluh hewan. (Riwayat Ibnu Hibban dan ia menshahihkannya)
2. Menjual suatu barang yang baru dibeli sebelumnya diterimanya. Karena miliknya belum sempurna tandanya sesuatu yang baru dibeli dan belum diterimanya, barang itu masih dalam tanggungan si penjual. Berarti kalau barang itu hilang sipenjual harus menggantinya. Sabda Rosul :
janganlah engkau jual sesuatu yang engkau beli yang engkau terima (Riwayat Ahmad dan Baihaqi)
3. Menjual buah-buahan sebelum nyata pantas dimakan (dipetik), karena buah-buahan yang masih kecil sering rusak atau busuk sebelum sampai matang. Hal ini mungkin merugikan kepada si pembeli dan sipenjual pun mengambil harganya dengan tidak ada tukarnya. Seperti larangan Rosul :
Dari Ibnu Umar : telah melarang Nabi SAW, menjual buah-buahan sehingga nyata patutnya (pantas diambil). (ahli hadist)

III. Jual Beli Yang Sah Tetapi Tidak Terlarang
Mengenai jual beli yang tidak diizinkan oleh agama, disini akan kita uraikan beberapa cara saja sebagai cermin perbandingan bagi yang lainnya. Yang menjadi pokok sebab timbulnya larangan (1). Menyakiti si penjual, si pembeli , atau orang lain. (2). Menyempitkan gerakan pasaran. (3). Merusak ketentraman umum.
1. Membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar sedangkan dia tidak ingin pada barang itu, dalam hadist diterangkan jual beli demikian terlarang.
2. Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam masa khiar.
Sebagaimana Sabda Rosul :
Dari abi Hurairoh : telah bersabda Rosululloh SAW, janganlah dantara kamu sekalian menjual akan sesuatu yang sudah dibeli oleh yang lain. (sepakat Ahli hadist)
3. Menghambat orang-orang dari desa diluar kota, dan membeli barangnya sebelum mereka sampai kepasar dan sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar.
Sabda Rosul :
Dari Ibnu Abbas : Rosululloh SAW bersabda : jangan kamu menghambat orang-orang yang akan kepasar dijalan sebelum mereka sampai dipasar. (Sepakat Ahli Hadist)
Rahasianya kerena dapat merugikan terhadap orang desa yang dating, dan mengecewakan pula terhadap gerakan pasaran karena barang tidak sampai dipasar.
4. Membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, d\sedangkan masyarakat umum berhajat pada barang itu, sebab dilarang karena merusakkan ketentraman umum.
Sabda Rosululloh SAW.:
“Tidak ada orang yang menahan barang kecuali orang yang durhaka (salah).” (Riwayat Muslim)
5. menjual suatu barang yang berguna untuk menjadi alat maksiat bagi yang membelinya.
Firman Alloh SWT .;
Artinya : “Hendaklah kamu bertolong-tolongan atas berbuat kebajikan dan takwa, dan janganlah sekali-kali kamu bertolong-tolongan atas berbuat kejahatan dan bermusuhan.” (Al Maidah:2).
6. jual bali mengecoh berarti bahwa dalam urusan jual-beli itu ada kecohan, baik dari pihak pembeli maupun dari penjual dalam keadaan barang ataupun ukuran.
Dari Abu Hurairoh: “Bahwasannya Rosululloh saw, pernah melalui anggokan makanan yang bakal dijual, lantas beliau memasukkan tangan beliau kedalam anggokan itu, tiba-tiba jari beliau di dalamnya meraba yang yang basah. Beliau keluarkan jari beliau yang basah itu seraya berkata: mengapakah ini? Jawab yang punya makanan: basah karena hujan ya Rosululloh. Beliau bersabda: mengapa tidak engakau taruh disebelah atas supaya dapat dilihat orang? Barang siapa yang mengecoh , maka ia bukan umatku.” (Riwayat Muslim).
Dalam hadits tersebut teranglah bahwa mengicuh itu haram, dosa besar. Sepakat semua ulama bahwa perbuatan itu sangat tercela dalam agama, menurut akal pun tercela.
Jual beli tersebut dipandang sah ; sedangkan hukumnya haram karean kaidah ulama fiqih ; larangan dalam urusan mu’amalat apabila larangan itu karena hal yang di luar urusan muamalat, larangan itu tidak menghalangi sahnya akad.


BAB III
KESIMPULAN
Adalah hal yang sudah lajim dari kebiasaan manusia bahkan merupakan kehidupan sehari-hari, karena tak lepas dari permasalahan jual-beli, dan ternyata sangat banyak yang kita kaji dan gali sehingga kita bias mengetahui bagaimana sebenarnya jual-beli yang baik menurut syara’. Dan disini telah diketahi bagaimana system jual-beli yang baik yang mengikuti syarat dan rukunnya.


DAFTAR PUSTAKA

-Rasyid Sulaiman, Fiqh Islam, P Sinar Baru Bandung Cet ke 25 1992
-Asyaikh Imam Syamsyuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Qosim Asy-Syafi’i , Terjemah Fathul Qorib Juz I Hal 43 oleh Drs. H. Imron Abu Amar, P Menara Kudus, Kudus 1982
-Asyaikh Imam Syamsyuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Qosim Asy-Syafi’i , Bajuri Jil I Hal 343, P Toha Putra
-Asyaikh Zainuddin Bin Abdul Aziz Al-Malebariy , Fathul Mu’in Jil III Hal 19-20, Toha Putra

----------
(silahkan klik komentar lalu isi dalam kolom (tinggalkan komentar anda) lalu klik Anonim dan klik Publikasikan komentar anda.trims)

Tidak ada komentar: