Kamis, 04 Februari 2010

HUMANISME DAN EKSISTENSIALISME



Oleh Bubung Nizar Pamungkas

PEMBAHASAN
HUMANISME DAN EKSISTENSIALISME


II.1. HUMANISME
Humanisme berasal dari Barat dan mengalami perkembangan dalam lingkungan pemikiran filsafat Barat. Karena itu, untuk mengkaji dan menganalisis gerakan humanisme beserta pengaruhnya pada dasar-dasar epistemologi Barat, sudah seharusnya kita merujuk ke berbagai ensiklopedia Barat yang akurat agar kajian bisa dilakukan secara ilmiah dan bebas dari berbagai kecenderungan subyektif. Menurut berbagai ensiklopedia yang tersedia, antara lain Encyclopedia of Philoshopy karya Paul Edward yang menjelaskan tentang humanisme sebagai berikut: Humanisme adalah sebuah gerakan filsafat dan literatur yang bermula dari Italia pada paruh kedua abad ke-14 kemudian menjalar ke negara-negara Eropa lainnya. Gerakan ini menjadi salah satu faktor munculnya peradaban baru. Humanisme adalah paham filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan kedudukan manusia serta menjadikannya sebagai kriteria segala sesuatu. Dengan kata lain, humanisme menjadikan tabiat manusia beserta batas-batas dan kecenderungan alamiah manusia sebagai obyek.
Pada arti awalnya, humanisme merupakan sebuah konsep monumental yang menjadi aspek fundamental bagi Renaisans, yaitu aspek yang di jadikan para pemikir sebagai pegangan untuk mempelajari kesempurnaan manusia di alam natural dan di dalam sejarah sekaligus meriset interpretasi manusia tentang ini. Istilah humanisme dalam pengertian ini adalah derivat dari kata-kata humanitas yang pada zaman Cicero dan Varro berarti pengajaran masalah-masalah yang oleh orang-orang Yunani disebut paidea yang berarti kebudayaan. Pada zaman Yunani kuno pendidikan dilakukan sebagai seni-seni bebas, dan ketentuan ini dipandang layak hanya untuk manusia karena manusia berbeda dengan semua binatang.
Humanisme juga merupakan suatu sikap yang konsisten dalam membela kelangsungan dan keberadaan hidup manusia agar manusia tidak tenggelam dalam kehancuran atau kebinasaan. Memberi makan orang yang kelaparan merupakan suatu sikap yang humanis karena dengan mengkonsumsi makanan manusia memperoleh energi yang berguna untuk beraktifitas. Mengobati orang yang terkena penyakit merupakan perbuatan humanis karena dengan kesembuhan dari penyakit manusia bisa kembali berkerja menghidupi dirinya. Memberi dan membangunkan tempat tinggal bagi mereka yang tuna wisma merupakan sikap yang humanis karena rumah dapat digunakan untuk melindungi manusia dari hawa dingin dan curah hujan serta perlindungan yang lainnya.
Humanisme dalam melakoni tindakan dan sikapnya kepada obyek (manusia) tidak memandang dan membedakan manusia sebagai suatu makhluk yang terkotak-kotakkan. Humanisme tidak memandang bangsa, agama, daerah, suku, warna kulit dan sejenisnya. Ia memperlakukan dan berusaha membantu siapa pun itu manusianya. Tidak memandang ia baik atau jahat, kawan atau musuh.
Humanisme juga seharusnya memikirkan dirinya sendiri yang diakuinya juga merupakan bagian dari golongan manusia untuk dijadikan obyek tindakannya. Sebagai seorang manusia, seorang humanis tersebut juga harus memikirkan keselamatan dan kelangsungan hidupnya sendiri juga. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari sikap dan paham humanis itu sendiri. Humanisme hanyalah merupakan sebuah generalisasi yang kurang lengkap atau bahkan keliru dalam memandang kecenderungan manusia itu sendiri. Tapi paham ini merupakan sebuah jenis paham yang sangat bermanfaat dibandingkan dengan paham fasisme atau komunisme. Paham humanisme memiliki sikap (walaupun ini tidak konsisten) yang menjurus ke arah perdamaian dan bukan kearah pemusnahan. Sebuah utopia dari para humanis adalah terciptanya dunia tanpa perang atau kedamaian dan terciptanya sikap saling tolong menolong.
1.1. Kebebasan dan Ikhtiar
Pemujaan kepada kebebasan adalah salah satu tema terpenting yang menjadi pusat perhatian kaum humanis. Namun, kebebasan yang mereka maksud ialah kebebasan yang bisa diterapkan di alam natural dan di tengah masyarakat. Kebebasan sedemikian ini berseberangan dengan cara berpikir yang diterima pada abad pertengahan, yaitu anggapan bahwa imperium, gereja, dan prinsip-prinsip feodalistik adalah para pengawas tatanan yang berlaku di dunia, dan manusia harus tunduk mutlak kepadanya. Sedemikian diterimanya anggapan ini sehingga tertutup kemungkinan terjadinya perubahan padanya. Institusi-institusi inilah yang menanamkan doktrin bahwa segala urusan, baik yang menyangkut materi maupun spiritual yang diperlukan manusia mulai roti yang menjadi bahan makanan sehari-hari hingga masalah hakikat spiritualitas berada dalam tatanan dimana manusia bergantung kepadanya, sementara para pemuka agama adalah para penafsir dan pengawasan tatanan yang menguasai dunia tersebut.
Humanisme membela kebebasan manusia untuk merancang sendiri kehidupannya di dunia dengan cara yang merdeka. Humanisme memandang instruksi-instruksi tradisional para pemuka agama bukan sebagai perintah yang akan membantu berbagai urusan yang mesti dilaksanakan, melainkan sebagai kendala dan rintangan bagi manusia. Terlihat bahwa gerakan humanisme adalah merupakan solusi untuk menghadapi intimidasi dan despotisme para pemuka gereja abad pertengahan. Humanisme bertekad untuk mengembalikan kepada manusia hak kebebasan yang telah dinistakan secara total oleh para elit agama di gereja. Pada awal kebangkitannya, kaum humanis berjuang untuk mematahkan kekuatan orang-orang yang mengaku sebagai perantara yang menghubungkan manusia dengan Tuhan, langit dengan bumi, namun di saat yang sama mereka selalu mempraktikkan ketidakadilan. Kaum humanis memperjuangkan otoritasnya untuk mengurus kehidupannya sendiri, dan karena itu mereka akhirnya memberikan penekanan secara ekstrim kepada otonomi dan haknya untuk menguasai diri mereka sendiri.

2.1. Naturalisme
Di mata kaum humanis, naturalisme berarti bahwa manusia adalah bagian dari alam dan alam itu sendiri adalah habitat manusia. Struktur manusia berasal dari alam, dan struktur yang dimaksud ialah jasmani, indera, dan berbagai keperluan dimana manusia tidak bisa memisahkan dirinya dari faktor-faktor natural atau mengabaikannya. Kendati kaum humanis memuji ruh manusia karena kekuatan ikhtiarnya, namun mereka tidak mengabaikan jasmani dan segala yang berkaitan dengannya. Ketentraman dan nilai kenikmatan fisik di mata kaum humanis dan sentimen mereka terhadap praktik asketisisme abad pertengahan memperlihatkan antusias kaum humanis mencari nilai-nilai baru sehubungan dengan aspek-aspek naturalistik manusia.
Prinsip-prinsip humanisme menunjukkan bahwa paham kemanusiaan ini bermaksud mempromosikan kenikmatan-kenikmatan jasmani untuk menghadapi sistem gereja yang memberikan perhatian secara berlebihan kepada masalah-masalah spiritual. Kaum humanis bahkan memandang kenikmatan-kenikmatan fisik itu sebagai tujuan final aktivitas manusia sampai-sampai humanisme secara prinsipal menilai ketakwaan sebagai faktor negatif bagi proses pencarian kenikmatan dan keuntungan. Dari sisi lain, sebagian humanis berkeyakinan bahwa akal manusia yang menurut mereka sejajar dengan akal Tuhan memiliki kekuatan untuk menguasai manusia dan sistem kemanusiaan. Selain mempertimbangkan watak alamiah manusia, kaum humanis juga mempertimbangkan karakteristik sosial dan politik manusia.

3.1. Agama

Pada tahun-tahun terakhir jargon humanisme lazim digunakan dalam pengertian tatanan nilai yang mengaksentuasikan kompetensi kepribadian setiap individu manusia. Namun jargon ini tidak mengandung keimanan kepada Tuhan. Dan kendati dalam humanisme terlihat bingkai transparan yang berlandaskan paham ateisme, namun para humanis juga menggunakan berbagai format religius untuk mempromosikan norma-norma kemanusiaan. Contohnya, pada abad ke 19 Auguste Comte, seorang positivis Prancis, sengaja mendirikan agama kemanusiaan yang berlandaskan ateisme hanya dengan tujuan membenahi situasi sosial. Kecuali itu, serangkaian doktrin humanistik yang berasaskan ateisme juga terlihat mendapat minat dari kalangan elit agama Kriten sehingga mereka menganggap kekristenan sebagai agama humanistik. Carl Barth, teolog Protestan abad ke 20 berkebangsaan Swiss, meyakini humanisme tidak akan ada tanpa Injil. Para teolog Katolik Roma juga mengklaim bahwa Kristen Katolik adalah agama humanis sebab Katolik menegaskan bahwa manusia di mata Tuhan adalah makhluk yang tiada bandingannya.

Kendati memiliki pandangan sedemikian rupa mengenai asketisisme dan ketuhanan, humanisme tidak memiliki tokoh yang anti agama atau anti Kristen. Kecenderungan untuk membela nilai dan kebebasan manusia telah mendorong kaum humanis untuk berdiskusi mengenai Tuhan, kekuatan-Nya, serta masalah-masalah kontemporer mengenai ruh, keabadian ruh, dan kebebasan ruh yang biasanya tetap dikemukakan dengan tipe-tipe tradisional abad-abad pertengahan dan terlimitasi oleh paradigma masa itu. Betapa pun demikian, dalam humanisme pembahasan-pembahasan ini menemukan makna baru, sebab menurut mereka pemahaman dan keyakinan adalah demi daya inovatif manusia di dunia, dan daya ini juga mereka pertahankan di dalam areal keagamaan.

4.1. Ajaran-Ajaran Humanisme
Ideologi-ideologi dibawah ini adalah ajaran-ajaran yang terbentuk berdasarkan paham humanisme:
 Komunisme, karena di dalam ideologi ini humanisme bisa menghapus keterasingan manusia dari dirinya akibat kepemilikan swasta dan sistem masyarakat kapitalisme.
 Pragmatisme, karena pandangan yang menjadikan manusia sebagai orientasi, sebagaimana pandangan Protagoras, telah menjadikan manusia sebagai kriteria segala sesuatu.
 Eksistensialisme yang telah memberikan argumentasi bahwa tidak ada satupun alam yang sebanding dengan alam subyektivitas manusia.
Dengan demikian, sebagian besar ajaran filsafat panca Renaisans secara mendasar telah dipengaruhi pikiran humanistik. Contohnya, komunisme yang sebagian besar pandangannya tertuangkan kepada masalah kerakyatan, pragmatisme yang ajarannya bersandarkan kepada esensi perbuatan manusia, personalisme yang meyakini spirit manusia memiliki daya pengaruh yang terbesar, dan eksistensialisme yang banyak memberikan penekanan kepada wujud aktual manusia, semuanya memandang manusia sebagai satu wujud yang bertumpu pada esensinya sendiri serta wujud dimana dirinya adalah pelaku dan tujuannya sendiri.

Ada pun prinsip-prinsip dari humanisme adalah:
a. Manusia adalah standar dan kriteria segala sesuatu.
b. Penekanan terhadap urgensi kembali kepada peradaban era klasik untuk menghidupkan kembali dan mengembangkan potensi dan kekuatan yang diyakini orang-orang terdahulu.
c. Penekanan secara berlebihan kepada kebebasan dan ikhtiar manusia akibat kebencian kepada intimidasi dan kediktatoran para penguasa abad pertengahan.
d. Pengingkaran terhadap status para rohaniwan sebagai perantara antara Tuhan dan manusia.
e. Penyerahan sepenuhnya kekuasaan dan penentuan nasib, dan kekuasaan despotisme harus ditolak mentah-mentah.
f. Manusia adalah sentral alam semesta.
g. Akal manusia sejajar dengan akal Tuhan.
h. Penolakan sistem-sistem tertutup filsafat, prinsip dan keyakinan-keyakinan agama, serta argumentasi-argumentasi ekstraktif mengenai nilai-nilai kemanusiaan.
i. Penolakan terhadap praktik-praktik asketisme, dan perhatian mesti dipusatkan kepada faktor jasmani dan kenikmatan-kenikmatan fisik.
j. Akal manusia adalah pimpinan manusia, dan status agama sebagai komando harus ditiadakan.
k. Kenikmatan-kenikmatan jasmani adalah tujuan final segala aktivitas manusia.
l. Manusia adalah binatang politik.
m. Dunia politik harus diceraikan dari segala pandangan metafisik atau agama, dan manusia adalah aktor yang memiliki wewenang mutlak dalam dunia politik.
n. Dalam psikologi, setiap manusia diteliti sebagai satu spesis tunggal, dan bukan sebagai satu individu yang merupakan bagian dari satu spesis manusia. Atas dasar ini, manusia berwenang untuk semata-mata mengikuti tatanan nilainya sendiri.
o. Aktualisasi diri, pemeliharan diri dan peningkatan diri mesti dipelajari dalam setiap individu.
p. Manusia adalah pencipta lingkungannya dan bukanlah hasil lingkungannya.
q. Manusia harus terkonsentrasi sepenuhnya kepada dirinya.
r. Kelayakan kepribadian setiap individu bisa terbentuk tanpa keimanan kepada Tuhan.
s. Keberadaan agama dipandang sebagai faktor superfisial yang diperlukan demi popularitas nilai-nilai kepribadian manusia dan perbaikan sosial, namun agama ini bisa jadi merupakan agama produk manusia ala August Comte.
t. Penekanan terhadap persatuan antar segenap agama, baik agama yang berpangkal dari Nabi Ibrahim maupun agama khurafat.

Prinsip-prinsip diatas adalah fondasi-fondasi humanisme. Hanya saja, dalam persepsi monoteistik seperti yang popular di kalangan teolog Kristen, humanisme yang bermakna prikemanusiaan tidaklah bersebarangan dengan keimanan religius. Sehubungan dengan ini, para humanis beragama mengemukakan poin-poin sebagai berikut:
1. Humanisme dengan pengertian prikemanusiaan tidak bertentangan dengan agama, karena manusia menurut konsep Tuhan adalah makhluk yang tiada taranya.
2. Pembelaan nilai dan kebebasan manusia tidak berbenturan dengan agama Kristen.
3. Berdasarkan ajaran agama, manusia juga memiliki daya kreativitas yang tiada bandingannya.
4. Kitab suci Ilahi bukan hanya menjamin kebahagiaan di alam akhirat, tetapi juga di alam dunia.
5. Menurut agama-agama Ilahi, keyakinan kepada nilai perbuatan manusia akan menjamin kesuksesan amal perbuatan dan pahalanya di akhirat.
6. Akal yang dikemukakan dalam Yunani kuno tak lain adalah kalimat Allah dalam Kristen.

Tuhan dan kekuasaannya adalah satu jembatan untuk mencapai kepada tujuan tersebut. Maka dari itu, esensialitas manusia di depan Tuhan akhirnya terkemukakan, dan ini bisa dinilai sebagai pemikiran kaum humanis monoteis dan beragama.
Kesimpulan globalnya, humanisme tidak bertentangan dengan kepatuhan kepada agama jika pengertiannya ialah kepercayaan kepada nilai-nilai kemanusiaan, serta kedudukan, martabat, ikhtiar, dan kebebasan manusia. Dengan kata lain, muatan humanisme di sini tidak keluar dari wilayah agama. Akan tetapi, jika manusia dalam pengertiannya yang hakiki dan merupakan khalifatullah ternyata dipandang sebagai tujuan final oleh paham humanisme, kemudian pengenalan Tuhan dan kepatuhan kepada ajaran agama dipahami semata-mata sebagai sarana dan instrumen untuk mencapai tujuan itu, maka humanisme akan berada di luar lingkungan agama. Adapun anggapan humanistik yang mensejajarkan rasio manusia dengan rasioTuhan jelas sangat kontras dengan makrifat dan ketaatan beragama.

II.2. EKSISTENSIALISME
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Eksistensialisme juga merupakan filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi yang pandangannya relative modern, walaupun akar-akar histories sudah ada dalam filsafat Yunani dan filsafat abad pertengahan dan pandangan yang menyatakan bahwa eksistensi bukanlah obyek dari berfikir abstrak atau pengalaman kognitif (akal pikiran), tetapi merupakan eksistensi atau pengalaman langsung, bersifat pribadi atau dan dalam batin individu. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Kata dasar dari eksistensi (existenscy) adalah exist yang berasal dari kata latin “ex” berarti keluar dan “sistre” yang berarti berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keberadaan manusia, dan keberdaan itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri. Filsafat eksistensi tidak sama persis dengan filsafat eksistensialisme, filsafat eksistensi adalah menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral, sedangkan filsafat eksistensialisme rumusannya lebih sulit dari eksistensi.
Eksistensialisme menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama, manusia berada di dunia, sapi dan begitu juga dengan pohon. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia berada didalam dunia; ia mengalami beradanya di dunia itu, manusia menyadari dirinya ada di dunia, manusia menyadari dirinya ada di dunia, arti dari semua ini adalah manusia merupakan subjek yang menyadari, yang sadar dan barang-barang yang disadarinya adalah objek. Eksistensialisme juga lahir sebagai reaksi terhadap idealisme. Materialisme dan idealisme adalah dua pandangan filsafat tentang hakikat yang ekstrim. Kedua-duanya adalah berisi benih-benih kebenaran, tetapi kedua-duanya juga salah. Materialisme memandang kejasmanian ( materi) sebagai keseluruhan manusia, padahal itu hanyalah aspek manusia, dan menganggap manusia hanyalah sesuatu yang ada tanpa menjadi subjek.
2.1. Soren Kierkegaard (1813-1855)
Kierkegaard seorang pemikir dari Denmark mengatakan filsafat tidak merupakan suatu sistem, tetapi suatu pengekspresian eksistensi individual. Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai suatu “ aku umum” tetapi sebagai “ aku individual”. Kiergaard mengemukakan kritik tajam terhadap Gereja Lutheran yang telah menyimpang dari injil Kristus, karena orang mengaku Kristen disana, tetapi kebanyakan tidak benar, Kristen tidak melekat di hati. Menurut Kierkegaard iman Kristen haruslah merupakan salah satu hidup radikal yang menuntut seluruh kepribadian.
Pengaruh Kierkegaard belum tampak ketika ia masih hidup, tetapi pada akhir abad ke-19 karya –karya Kierkegaard mulai diterjemahkan kedalam bahasa Jerman, karyanya yang terkenal itu adalah eksisitensialisme. Kierkegaard melontarkan banyak tema eksistensialisme secara khusus ia memberi tekanan pada individu, pentingnya subyektivitas, dan angst atau penderitaan sebagai emosi sentral kehidupan manusia, berkaiatan dengan Allah ia menandaskan perlunya “lompatan iman”.

PENUTUP
Kesimpulan
1. Humanisme adalah sebuah gerakan filsafat yang bermula dari Italia pada paruh kedua abad ke-14 kemudian menjalar ke negara-negara Eropa lainnya dan gerakan ini menjadi salah satu faktor munculnya peradaban baru. Humanisme adalah paham filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan kedudukan manusia serta menjadikannya sebagai kriteria segala sesuatu. Dengan kata lain, humanisme menjadikan tabiat manusia beserta batas-batas dan kecenderungan alamiah manusia sebagai obyek. dengan mempersoalkan keberadaannya dengan kebebasannya. Humanisme dengan pengertian prikemanusiaan tidak bertentangan dengan agama, karena manusia menurut konsep Tuhan adalah makhluk yang tiada taranya.
2. Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Eksistensialisme juga merupakan filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi yang pandangannya relative modern dan berpendapat bahwa manusia mendahului esensinya dan dengan mempersoalkan keberadaannya dengan kebebasannya.
3. Eksistensialisme menurut Soren Kierkegaard adalah manusia tidak pernah hidup sebagai suatu “ aku umum” tetapi sebagai “ aku individual” dan hanya manusialah yang hanya mampu bereksistensi.
4. Eksistensialisme menurut Jean Paul Sartre adalah eksistensi manusia mendahului esensinya, dengan kebebasannya manusia itu bertindak dan menggabungkan semua tema eksistensialisme ateistik yaitu kebebasan radikal manusia dalam posisinya sebagai ketiadaan yang meniadakan, kematian Allah, pencarian nilai, otensitas, dan adanya kecemasan mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tafsir Ahmad, Filsafat Umum, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990
2. Bagis lorens, Kamus Filsafat, 1996
3. http://id.wikipedia.org/wiki/eksistensialisme
4. http://hhmsociety.multiply.com/review/item/39

Tidak ada komentar: