Senin, 28 Desember 2009

IBNU KHOLDUN

PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN IBNU KHOLDUN


Oleh : BUBUNG NIEZAR
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pemikiran Ibnu Khaldun mengenai filsafat pendidikan, dapat dikatakan bahwa pemikiran yang lahir pada pertengahan abad XIV itu telah mengakomodir ide-ide falsafah pendidikan yang masih aktual sampai hari ini. Dengan demikian pendidikan merupakan sebuah keniscayaan dalam sebuah masyarakat manusia, dan ia akan selalu berkembang sesuai perkembangan dan kemajuan peradaban manusia. Oleh karena itu, pendidikan sesungguhnya tidak pernah mengenal batas usia, tempat dan waktu, sebab sepanjang kehidupannya pada hakekatnya manusia akan selalu berpikir, berkreasi, beraktifitas, memiliki pengalaman-pengalaman, serta tujuan-tujuan hidup yang akan dicapai dengan cara-cara itu atau metode tertentu, yang menurut Ibnu Khaldun tujuan itu adalah kebahagiaan dunia akhirat.
2. Tujuan
Mencoba mendiskripsikan pandangan dan ide-ide Ibnu Khaldun tentang falsafah pendidikan yang secara implisit yang mengacu kepada tujuan pendidikan.
3. Metode
Dalam membuat makalah ini kami mengambil dua metode yaitu :
1. Dengan cara mengumpulkan data-data dari internet,
2. Studi literatur dengan membaca buku-buku sumber dari perpustakaan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biografi Ibnu Khaldun
Nama lengkap Ibnu Khaldun yaitu Abdu al-Rahman ibn Muhamad ibn Muhamad ibn Muhamad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn Muhamad ibn Ibrahim ibn Khalid ibn Utsman ibn Hani ibn Khattab ibn Kuraib ibn Ma`dikarib ibn al-Harits ibn Wail ibn Hujar (Toto Suharto: 2006) atau lebih dikenal dengan sebutan Abdur Rahman Abu Zayd Muhamad ibnu Khaldun. Ia dilahirkan pada 7 Mei 1332 di Tunisia. Ibnu Khaldun menisbatkan nama dirinya kepada Khalid Ibn utsman karena Khalid adalah nenek moyangnya yang pertama kali memasuki Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab lainnya pada abad ke-8 masehi. Ibnu Khaldun adalah seorang yang memiliki prestasi yang gemilang, beliau sangat mahir dalam menyerap segala pelajaran yang diterimanya. Sejak masa kanak-kanak ia sudah terbiasa dengan filsafat, ilmu alam, seni dan kesusastraan yang dengan mudahnya ia padukan dengan bidang kenegaraan, perjalanan dan pengalamannya. Hal inilah salah satu pendorong kemunculan karya fenomenalnya Muqaddama Al Alamat (pengantar fenomenologis) yang lebih dikenal dengan sebutan Muqaddimah (prolegomena) saja.
Pada tahun 1352 Ibnu Kahldun berkelana ke Barat dan menetap di Fez. kemudian beliau pergi ke timur menuju Iskandariah dan Kairo. Disana beliau bertemu dengan Mamluk Sultan Al Zhahir Barquq yang menunjuknya menjadi guru besar fiqh mazhab Maliki dan hakim agung Mesir. Menjelang akhir hayatnya pada 1401, Ibnu Khaldun bertemu dengan Timurlane di luar garis perbatasan Damaskus. Penakluk Mongol tersebut menyambut ilmuwan ini dengan antusias dan mengemukakan minatnya untuk mengangkat Ibnu Khaldun sebagai pejabat pemerintahannya. Ibnu Khaldun sendiri kemudian lebih memilih untuk kembali ke Kairo dan melanjutkan pekerjaanya sebagai qadhi dan penulis hingga akhir hayatnya. Secara sederhana biografi Ibnu Khaldun ini dapat dibagi kepada tiga fase: Fase Pertama, masa pendidikan. Fase Kedua, masa politik praktis. Fase ketiga, masa kepengajaran dan kehakiman.
2.2 Pengertian dan Tujuan Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
Pada bab ini akan dibahas pandangan-pandangan Ibnu Khaldun mengenai pendidikan. Menurut Ibnu Khaldun dalam awal pembahasannya pada bab empat dari Muqaddimahnya, dia menyatakan bahwa ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semat-mata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan merupakan gejala konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya dalam tahapan kebudayaan. Menurutnya bahwa ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani.
Di dalam kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun tidak memberikan definisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa: “Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya”.
Dari pendapatnya ini dapat diketahui bahwa pendidikan menurut Ibnu Khaldun mempunyai pengertian yang cukup luas. Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh empat dinding, tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman.
Menurut Ibnu Khaldun bahwa secara esensial manusia itu bodoh, dan menjadi berilmu melalui pencarian ilmu pengetahuan. Alasan yang dikemukakan bahwa manusia adalah bagian dari jenis binatang, dan Allah SWT telah membedakannya dengan binatang dengan diberi akal pikiran. Kemampuan manusia untuk berfikir baru dapat dicapai setelah sifat kebinatangannya mencapai kesempurnaan, yaitu dengan melalui proses; kemampuan membedakan. Sebelum pada tahap ini manusia sama sekali persis seperti binatang, manusia hanya berupa setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan masih ditentukan rupa mentalnya. Kemudian Allah memberikan anugerah berupa pendengaran, penglihatan dan akal. Pada waktu itu manusia adalah materi sepenuhnya karena itu dia tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Dia mencapai kesempurnaan bentuknya melalui ilmu pengetahuan yang dicari melalui organ tubuhnya sendiri. Setelah manusia mencapai eksistensinya, dia siap menerima apa yang dibawa para Nabi dan mengamalkannya demi akhiratnya. Maka dia selalu berfikir tentang semuanya. Dari pikiran ini tercipta berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian-keahlian. Kemudian manusia ingin mencapai apa yang menjadi tuntutan wataknya; yaitu ingin mengetahui segala sesuatu, lalu dia mencari orang yang lebih dulu memiliki ilmu atau kelebihan. Setelah itu pikiran dan pandangannya dicurahkan pada hakekat kebenaran satu demi satu serta memperhatikan peristiwa-peristiwa yang dialaminya yang berguna bagi esensinya. Ketika itu ilmunya menjadi suatu ilmu spesial, dan jiwa generasi yang sedang tumbuh pun tertarik untuk memperoleh ilmu tersebut. Merekapun meminta bantuan para ahli ilmu pengetahuan, dan dari sinilah timbul pengajaran. Inilah yang oleh Ibnu Khaldun dikatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan hal yang alami di dalam peradaban manusia.
Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun, bahwa di dalam Muqaddimahnya ia tidak merumuskan tujuan pendidikan secara jelas, akan tetapi dari uraian yang tersirat, dapat diketahui tujuan yang seharusnya dicapai di dalam pendidikan. Dalam hal ini al-Toumy mencoba menganalisa isi Muqaddimahnya dan ditemukan beberapa tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Dijelaskan menurutnya ada enam tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan, antara lain:
a) Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan, yaitu dengan mengajarkan syair-syair agama menurut al-Qur’an dan Hadits Nabi sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat, sebagaimana dengan potensi-potensi lain yang jika kita mendarah daging, maka ia seakan-akan menjadi fithrah,
b) Menyiapkan seseorang dari segi akhlak. Hal ini sesuai pula dengan apa yang dikatakan Muhammad AR., bahwa hakekat pendidikan menurut Islam sesungguhnya adalah menumbuhkan dan membentuk kepribadian manusia yang sempurna melalui budi luhur dan akhlak mulia,
c) Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau social,
d) Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan. Ditegaskannya tentang pentingnya pekerjaan sepanjang umur manusia, sedang pengajaran atau pendidikan menurutnya termasuk di antara ketrampilan-ketrampilan itu,
e) Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu,
f) Menyiapkan seseorang dari segi kesenian, di sini termasuk musik, syair, khat, seni bina dan lain-lain.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk mendapatkan keahlian. Dia telah memberikan porsi yang sama antara apa yang akan dicapai dalam urusan ukhrowi dan duniawi, karena baginya pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rizki. Maka atas dasar itulah Ibnu Khaldun beranggapan bahwa target pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia memandang aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu. Karena kematangan berfikir adalah alat kemajuan ilmu industri dan sistem sosial.
Dari rumusan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun menganut prinsip keseimbangan. Dia ingin anak didik mencapai kebahagiaan duniawi dan sekaligus ukhrowinya kelak. Berangkat dari pengamatan terhadap rumusan tujuan pendidikan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun, secara jelas kita dapat melihat bahwa ciri khas pendidikan Islam yaitu sifat moral religius nampak jelas dalam tujuan pendidikannya, dengan tanpa mengabaikan masalah-masalah duniawi. Sehingga secara umum dapat kita katakan bahwa pendapat Ibnu Khaldun tentang pendidikan telah sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan Islam yakni aspirasi yang bernafaskan agama dan moral.

2.3 Pandangan Ibnu Khaldun mengenai Hakikat Pendidik dan Peserta Didik
Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan psikologis peserta didik. Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk mengenal setiap individu peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik. Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cakupan pendidikan.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu:
a) Prinsip pembiasaan,
b) Prinsip tadrij (berangsur-angsur),
c) Prinsip pengenalan umum (generalistik),
d) Prinsip kontinuitas,
e) Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik,dan
f) Menghindari kekerasan dalam mengajar
Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan. Dengan paradigma tersebut menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kecerdasan.

Pada dasarnya peserta didik adalah:
a. Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek metode, mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan sebagainya.
b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang harus dipenuhi.
d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (diferensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.
e. Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohani memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal maka proses pendidikan hendaknya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
2.4 Pandangan Ibnu Khaldun mengenai Kurikulum dan Materi Pendidikan
Sedangkan pengertian kurikulum modern, telah mencakup konsep yang lebih luas yang di dalamnya mencakup empat unsur pokok yaitu: Tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data kegiatan-kegiatan, pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum itu, metode pengajaran serta bimbingan kepada murid, ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum dan hasil proses pendidikan. Dalam pembahasannya mengenai kurikulum Ibnu Khaldun mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku pada masanya, yaitu kurikulum pada tingkat rendah yang terjadi di negara-negara Islam bagian Barat dan Timur. Ia mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran yang berlaku di Maghrib, bahwa orang-orang Maghrib membatasi pendidikan dan pengajaran mereka pada mempelajari al-Qur’an dari berbagai segi kandungannya. Sedangkan orang-orang Andalusia, mereka menjadikan al-Qur’an sebagai dasar dalam pengajarannya, karena al-Qur’an merupakan sumber Islam dan sumber semua ilmu pengetahuan. Sehingga mereka tidak membatasi pengajaran anak-anak pada mempelajari al-Qur’an saja, akan tetapi dimasukkan juga pelajaran-pelajaran lain seperti syair, karang mengarang, khat, kaidah-kaidah bahasa Arab dan hafalan-hafalan lain. Demikian pula dengan orang-orang Ifrikiya, mereka mengkombinasikan pengajaran al-Qur’an dengan hadits dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan tertentu.
Adapun metode yang dipakai orang Timur seperti pengakuan Ibnu Khaldun, sejauh yang ia ketahui bahwa orang-orang Timur memiliki jenis kurikulum campuran antara pengajaran al-Qur’an dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menganjurkan agar pada anak-anak seyogyanya terlebih dahulu diajarkan bahasa Arab sebelum ilmu-ilmu yang lain, karena bahasa adalah merupakan kunci untuk menyingkap semua ilmu pengetahuan, sehingga menurutnya mengajarkan al-Qur’an mendahului pengajarannya terhadap bahasa Arab akan mengkaburkan pemahaman anak terhadap al-Qur’an itu sendiri, karena anak akan membaca apa yang tidak dimengertinya dan hal ini menurutnya tidak ada gunanya.
Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:

a) Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)
Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits. Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi.
b) Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)
Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia. Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu: a. Ilmu logika, b. Ilmu fisika, c. Ilmu metafisika dan d. Ilmu matematika. Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya.
Setelah mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:
1. Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
2. Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)
3. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
4. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.
2.5 Pandangan Ibnu Khaldun tentang Metode Pendidikan
Pandangan Ibnu Khaldun tentang metode pengajaran merupakan bagian dari pembahasan pada buku Muqaddimahnya. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah pendidikan Islam dapat kita simak bahwa dalam berbagai kondisi dan situasi yang berbeda, telah diterapkan metode pengajaran. Dan metode yang dipergunakan bukan hanya metode mengajar bagi pendidik, melainkan juga metode belajar yang harus digunakan oleh anak didik. Hal ini sebagaimana telah dibahas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya.
Di dalam buku Muqaddimahnya dia telah mencanangkan langkah-langkah pendidikan sebagai berikut:
a) Didalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik.
b) Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.
c) Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna. Demikian itu metode umum yang ditawarkan Ibnu Khaldun di dalam proses belajar mengajar.
Disamping itu Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan metode ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar. Disamping metode yang sudah disebut di atas Ibnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan.

2.6 Pendidikan dalam Perspektif Ibnu Khaldun
Sebagai seorang pemikir, Ibnu Khaldun adalah produk sejarah. Menurut A. Luthfi As-Syaukaniy dari sini muncul apa yang disebut sejarah pemikiran atau sejarah intelektual. Istilah “pemikir” merupakan sesuatu yang ambigu dan dapat diterapkan kepada siapa saja yang memiliki spesialisasi tertentu. Ia dapat diterapkan kepada Philosoper, Thinker, Scholar, atau Intelektual yang merujuk kepada figur terpelajar (Lihat Toto Suharto: 2006). Jelasnya, pemikiran Ibnu Khaldun tidak dapat dipisahkan dari akar pemikiran Islamnya. Disinilah letak alasan Iqbal mengatakan bahwa seluruh semangat al-Muqaddimah yang merupakan manifestasi pemikiran Ibnu khaldun, diilhami pengarangnya dari al-Quran sebagai sumber utama dan pertama dari ajaran Islam. Dengan demikian pemikiran Ibnu Khaldun dapat dibaca melalui setting sosial yang mengitarinya yang diungkapkan baik secara lisan maupun tulisan sebagai sebuah kecenderungan.
Sementara itu ada yang berpendapat bahwa Ibnu Khaldun mendapat pengaruh dari Ibnu Rusyd (1126 – 1198) dalam masalah hubungan filsafat dan agama. Dalam bidang pendidikan, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pendidikan atau ilmu dan mengajar merupakan suatu kemestian dalam membangun masyarakat manusia. Hal ini dapat terlihat pada pandangannya mengenai tujuan pendidikan, yaitu:
1. Memeberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktifitas penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu yang pada gilirannya kematangan individu ini bermanfaat bagi masyarakat.
2. Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sebagai alat yang membantu manusia agar dapat hidup dengan baik, dalam rangka terwujudnya masyarakat maju dan berbudaya.
3. Memperoleh lapangan pekerjaan yang dapat digunakan untuk mencari penghidupan.
Pernyataan-pernyataan ini mengindikasikan bahwa maksud pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk dapat memepertahankan eksistensi manusia dalam peradaban masyarakat. Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis.
Dalam kaitannya dengan peserta didik, Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiolog dan antropolog.
Menurut Ibnu Khaldun pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa adanya perbedaan lapisan sosial timbul dari hasil kecerdasannya yang diproses melalui pengajaran. Berkenaan dengan ilmu pengetahuan ini Ibnu Khaldun membaginya kepada tiga macam: 1). Ilmu Lisan; 2). Ilmu Naqli; 3). Ilmu Aqli.
Disamping beberapa hal diatas, ibnu Khaldun juga menyoroti masalah kurikulum. Menurutnya ada tiga kategori kurikulum yang perlu diajarkan kepada peserta didik. Pertama, kurikulum yang merupakan alat bantu pemahaman. Kurikulum ini mencakup ilmu bahasa, ilmu nahwu, ilmu balaghah dan syair. Kedua, kurikulum sekunder, yaitu mata kuliah yang menjadi pendukung untuk memahami Islam. Kurikulum ini meliputi ilmu-ilmu hikmah seperti: logika, fisika, metafisika, dan matematiuka. Ketiga, kurikulum primer yaitu mata kuliah yang menjadi inti ajaran Islam. Kurikulum ini meliputi semua bidang al ulum al naqliyah seperti: ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu qiraat dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Sejarawan Ibnu Khaldun telah banyak turut mewarnai pemikiran-pemikiran tentang pendidikan. Dia telah mencanangkan dasar-dasar dan sistem pendidikan yang patut diteladani baik di masa lalu maupun masa sekarang. Dari segi metode, materi, maupun kurikulum yang ditawarkan secara keseluruhan pantas untuk dikaji dan dicermati.Sementara itu Ibnu Khaldun melihat bahwa penguasaan terhadap bahasa merupakan prasyarat bagi keberhasilan suatu pendidikan.
Adapun metode yang ditawarkan Ibnu Khaldun adalah bersifat intelektualitas, dengan prinsip memberikan kemudahan-kemudahan bagi anak didik, demi terciptanya tujuan pendidikan. Karena menurutnya hakekat manusia itu adalah jiwanya, sehingga jiwanyalah yang akan menentukan hakekat perbuatan-perbuatannya, termasuk perbuatan pendidikan.
Aspek-aspek yang dapat mendukung proses pendidikan mulai dari peserta didik, pendidik, sarana dan prasarana harus benar-benar diperhatikan karena akan sangat berpengaruh pada jalannya proses pendidikan. Dalam pada itu hendanya tidak mengabaikan hakikat tujuan pendidikan itu sendiri yaitu berorientasi pada pengembangan, pengarahan dan pembentukan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu guru sebagai pendidik diharuskan mampu membaca situasi dan kondisi dalam pembelajaran, mengetahui psikologi anak dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman, Fathiyah Hasan, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan, Bandung: Diponegoro, 1987.
Thoha, Nashruddin, Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Jaman Jaya, Jakarta: Mutiara, 1979.
http://www.waqfeya.com/open.php?cat=17&book=1270

(silahkan klik komentar lalu isi dalam kolom (tinggalkan komentar anda) lalu klik Anonim dan klik Publikasikan komentar anda.trims)

DASAR DASAR PENGETAHUAN



oleh : BUBUNG NIZAR
DASAR-DASAR PENGETAHUAN

Penalaran

Kemampuan menalar ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaan. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan ini secara sungguh-sungguh. Manusia mengembangkan pengetahuan, memikirkan hal-hal baru, mengembangkan kebudayaan, memberi makna kepada kehidupan, jada pada hakikatnya manusia mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuan dan ini juga yang mendorong manusia menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi ini. Pengembangan pengetahuan manusia ini di sebabkan dua hal utama. Pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan fikiran yang melatarbalakangi informasi tersebut. Kedua kemampuan berfikir menurut suatub alur kerangka berfikir tertentu yang di sebut penalaran. Tidak semua pengetahuan berasal dari proses penalaran seba berfikirpun tidak semuanya berdasarkan penalaran manusia bukan semata-mata makhluk yang berfikir sekedar homo sapiens yang seteril.


Hakikat
Penalaran

Penalaran merupakan bagian dari usaha untuk meningkatkan kualitas ilmu dan teknologi yang mana pengetahuan memmungkinkan kita untuk menelaah hakikat ilmu dengtan seksama.
Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berfikir merupakan sutu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar untuk menghasilkan pengetahuan yang benar berbeda-beda, tiap jalan pikiran mempunyai kriteria kebenaran dan ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu. Pertama logika (pola berfikir) disini bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berfikir logis yang bersifat jamak (plural). Kedua adalah sifat analitik merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berfikir tertentu yang didasarkan pada langkah-langkah tertentu. Tidak semua kegiatan berfikir bersifat logis dan analitis (penalaran).
Perasaan, merupakan suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran kegiatn berfikir semacam ini umpamanya adalah intuisi. Intuisi merupakan suatu kegiatan berfikir yang non analitik tidak mendasarkan diri kepada suatu pola berfikir. Berfikir intuitif sering bergalau dengan perasaan jadi cara berfikir dapat dikatagorikan kepada cara berfikir analitik yaitu penalaran dan cara berfikri non analitik yang berupa intuisi dan perasaan.
Selain diatas usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan yaitu wahyu ditinjau dari hakikat usahanya dalam rangka menemukan kebenaran dibedakan menjadi dua jenis pengetahuan pertama pengetahuan yang didapatkan sebagai hasil usaha yang aktif dari manusia baik melalui penalaran, perasaan dan intuisi. Kedua tanpa usaha mausia tetapi pengetahuan tersebut ditawarkan atau diberikan melalui campur tangan tuhan yakni wahyu disini manusia bersifat pasif dipercaya atau tidak terserah kepada masing-masing keyakinannya. Dalam hal wahyu dan intuisi secara implisit mengakui bahwa wahyu dan intuisi adalah sumber pengetahuan yang didapat melalui keyakinan meskipun kegiatan berfikir intuitip tidak mempunyai logika namun tetap diakui.
Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau pakta. Yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham yang disebut rasionalisme sedangkan yang menyatakan bahwa pakta yang tertangkap lewat pengalaman merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme

Logika

Logika didefinisikan sebagai pengkajian untuk berfikir secara sohih. Ada dua jenis cara penarikan kesimpulan pertama logika induktif yang erat huubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Conto kambing mempunyai mata gajah mempunyai mata singa mempunyai mata jadi semua binatang mempunyai mata ada keuntungan.
Ada keuntungan dari pernyataan yang bersifat umum yaitu dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif, secara induktif dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan ke yang bersifat lebih umum lagi conto dari kenyataan bahwa semua binatanng mempunyai kata, semua mempunyai mata dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makhluk mempunyai mata. Penalaran ini dimungkinkan disusunya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan yang makin lama makin bersifat fundamental. Kedua logika deduktif menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus).
Penalaran deduktif adalah cara berfikir yang menarik kesimpulan bersifatnya khusus mempergunakan pola berfikir silogisme. Conto semua makhluk mempunyai mata, sipolan adalah seorang makhluk jadi sipolan mempunyai mata.

Sumber Pengetahuan
Segala yang ada dalam hidup ini dimulai dengan meragukan sesuatu. Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu. Dua cara pokok manusia mendapatkan pengetahuan yang benar. Pertama mendasarkan diri kepada rasio melahirkan kaum rasionallis. Kedua mendasarkan diri kepada pengalaman melahirkan empiris.
Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai didapat dari ide yang jelas serta dapat diterima menurut mereka ide bukan ciptaan pikiran manusia tetapi sudah ada jauh sebelum manusia berusaha memikirkannya, paham ini dikenal dengan nama idealisme. Fungsi pikiran manusia hanya mengenali prinsip tersebut lalu menjadi pengetahuannya. Secara singkat ide bagai kaum rasionalis bersifat apriori dan pra pengalaman didapat manusia lewat penalaran rasional. Berbeda dengan kaum empiris pengetahuan mereka berpendapat pengetahuan manusia bukan didapat dari penalaran rasional yang abstrak namun pengalaman yang kongkrit dinyatakan lewat tangkapan panca indra manusia contoh suatu benda padat kalau dipanaskan akan memanjang. Disamping rasionalisme dan empirisme, cara untuk mendapatkan pengetahuan adalah intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu, intuisi bekerja dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar misallnya suatu masalah yang sedang kita pikirkan tiba-tiba saja muncul dibenak kita lengkap dengan jawabannya kita merasa yakin memang itulah jawaban yang kita cari namun kita tidak bisa menjelaskan cara kita sampai kesana. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Pengetahuan nintuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis dalam menentukan benar tidak nya suatu pernyataan juga membantu menemukan kebenaran. Bagi Maslow intuisi merupak pengalaman pucak (peak experince) dan bagi Nietzsche merupakn intelegensi paling tinggi.
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman tetapi mencakup masalah-masalah yang bersifat transedental seperti hari akhirat nanti pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan hal-hal gaib (supranatural). Kepercayaan kepada tuhan merupak sumber pengetahua. Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Agama dimuali dengan rasa percaya lewat pengkajian selanjutnya kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun sedangkan ilmu dimulai dengan rasa tidak percaya dan setelah memulai proses pengkajian ilmiyahbisa diyakini atau tetap pada pendirian semula.

Kriteria Kebenaran
Tidak semua manusia mempunyai persyaratan yang sama terhadap apa yang dianggapnya benar, bagi kita tidak sukar menerima kebenaran bahwa 3 + 4 = 7; 5 + 2 = 7; sebab secara deduktif dapat dibuktikan kebenarannya mengapa? Sebab pernyataan dan kesimpulan yang ditariknya konsisten dengan pernyataan dan kesimmpulan terdahulu yang telah dianggap benar, teori seperti ini teori koherensi.
Paham laiin adalah kebenaran yang berdasarkan kepada teori korespodensi, dimana eksponen utamanya adalah Bertrand Russell (1872-1970) bagi penganut teori ini suatu pernyataan benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berhubungan dengan objek yang dituju contoh “ibu kota Indonesia adalah Jakarta” sekiranya ada yang mengatakan ibu kota negara adalah Bandung tidak benar seba tidak terdapat objek secara paktual.
Kedua teori kebenaran diatas dipergunakan dalam cara berpikir ilmiyah, penalaran teoritis berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori koherensi sedangkan proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta mempergunakan teori kebenaran pragmatis yang dicetuskan oleh Charles S. Pierce (1839-1914) bagi seorang pragmatis suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Pragmatisme bukanlah suatu aliran filsafat yang mempunyai doktrin-doktrin filsafati melainkan teori dalam penentuan kriteria kebenaran. Kaum pragmatis berpaling kepada metode ilmiyah sebagai metode untuk mencari pengetahuan tentang alam yang dianggap fungsional dan berguna dalam menafsirkan. Sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian disebabkan perkembangan ilmu menghasilkan pernyataan baru maka pernyataan dulu ditinggalkan ini menandakan bahwa pengetahuan ilmiyah tidak berumur panjang.
Sebagai catatan kaum pragmatis percaya kepada agama sebab agama bersifat fungsionil dalam memberikan pegangan moral dan percaya kepada demokrasi sebab demokrasi berfungsi dalam menemukan konsensus masyarakat.

(silahkan klik komentar lalu isi dalam kolom (tinggalkan komentar anda) lalu klik Anonim dan klik Publikasikan komentar anda.trims)

Minggu, 27 Desember 2009

IMAN KEPADA RASUL ALLOH










oleh : BUBUNG NIEZAR
IMAN KEPADA RASUL-RASUL ALLOH

A. Pengertian Iman Kepada Rasul-rasul Allah

Iman kepada Rasul Allah termasuk rukun iman yang keempat dari enam rukun yang wajib diimani oleh setiap umat Islam. Yang dimaksud iman kepada para rasul ialah meyakini dengan sepenuh hati bahwa para rasul adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Allah swt. untuk menerima wahyu dariNya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar dijadikan pedoman hidup demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Menurut Imam Baidhawi, Rasul adalah orang yang diutus Allah swt. dengan syari’at yang baru untuk menyeru manusia kepadaNya. Sedangkan nabi adalah orang yang diutus Allah swt. untuk menetapkan (menjalankan) syari’at rasul-rasul sebelumnya. Sebagai contoh bahwa nabi Musa adalah nabi sekaligus rasul. Tetapi nabi Harun hanyalah nabi, sebab ia tidak diberikan syari’at yang baru. Ia hanya melanjutkan atau membantu menyebarkan syari’at yang dibawa nabi Musa AS.
Mengenai identitas rasul dapat dibaca dalam Q.S. Al Anbiya ayat 7 dan Al-Mukmin ayat 78 yang artinya: “ Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad) melainkan beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui.” (Q.S. al Anbiya: 7)

"Dan sesungguhnya telah kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada pula yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah dari Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil." (Q.S. Al-Mukmin : 78)

Dalam ayat di atas dijelaskan, bahwa rasul-rasul yang pernah diutus oleh Allah swt. adalah mereka dari golongan laki-laki, tidak pernah ada rasul berjenis kelamin perempuan, dan jumlah rasul yang diutus sebelum Nabi Muhammad saw. sebenarnya sangat banyak. Di antara para rasul itu ada yang diceritakan kisahnya di dalam Al-Quran dan ada yang tidak.

عَنْ أَبِى ذَر قَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ كَمْ عِدَّةُ اْلاَنْبِيَاءِ ؟ قَالَ : مِائَةُ اَلْفٍ وَاَرْبَعَةٌ وَعِشْرُوْنَ اَلْفًا اَلرُّسُلُ مِنْ ذَالِكَ ثَلاَثَةُ مِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيْرًا (رَوَاهُ أَحْمَد)
"Dari Abu Dzar ia berkata: Saya bertanya, wahai Rasulullah : berapa jumlah para nabi? Beliau menjawab: Jumlah para Nabi sebanyak 124.000 orang dan di antara mereka yang termasuk rasul sebanyak 315 orang suatu jumlah yang besar." (H.R. Ahmad)

Berdasarkan hadis di atas jumlah nabi dan rasul ada 124.000 orang, diantaranya ada 315 orang yang diangkat Allah swt. menjadi rasul. Diantara 315 orang nabi dan rasul itu, ada 25 orang yang nama dan sejarahnya tercantum dalam Al Quran dan mereka inilah yang wajib kita ketahui, yaitu:
1. Adam AS. bergelar Abu al-Basyar (Bapak semua manusia) atau manusia pertama yang Allah swt. ciptakan, tanpa Bapak dan tanpa Ibu, terjadi atas perkenanNya “ Kun Fayakun” artinya “ Jadilah ! , maka terjelmalah Adam.”Usia nabi Adam mencapai 1000 tahun.
2. Idris AS. adalah keturunan ke 6 dari nabi Adam. Beliau diangkat menjadi Rasul setelah berusia 82 tahun. Dilahirkan dan dibesarkan di sebuah daerah bernama Babilonia. Beliau berguru kepada nabi Syits AS.
3. Nuh AS. adalah keturunan yang ke 10 dari nabi Adam. Usianya mencapai 950 tahun. Umat beliau yang membangkang ditenggelamkan oleh Allah swt. dalam banjir yang dahsyat. Sedangkan beliau dan umatnya diselamatkan oleh Allah swt. karena naik bahtera yang sudah beliau persiapkan atas petunjuk Allah swt.
4. Hud AS. adalah seorang rasul yang diutus kepada bangsa ‘Ad yang menempati daerah Ahqaf, terletak diantara Yaman dan Aman (Yordania) sampai Hadramaut dan Asy-Syajar, yang termasuk wilayah Saudi Arabia.
5. Shaleh AS.Beliau masih keturunan nabi Nuh AS. diutus untuk bangsa Tsamud, menempati daerah Hadramaut, yaitu daratan yang terletak antara Yaman dan Syam (Syiria). Kaum Tsamud sebenarnya masih keturunan kaum ‘Ad.
6. Ibrahim AS. putra Azar si pembuat patung berhala. Dilahirkan di Babilonia, yaitu daerah yang terletak antara sungai Eufrat dan Tigris. Sekarang termasuk wilayah Irak. Beliau berseteru dengan raja Namrud, sehingga beliau dibakarnya dalam api yang sangat dahsyat, tetapi Nabi Ibrahim tidak mempan dibakar, karena diselamatkan Allah swt. Beliau juga dikenal sebagai Abul Anbiya (bapaknya para nabi), karena anak cucunya banyak yang menjadi nabi dan rasul. Syari’at beliau banyak diamalkan oleh Nabi Muhammad saw. antara lain dalam ibadah haji dan Ibadah Qurban, termasuk khitan.
7. Luth AS. Beliau keponakan nabi Ibrahim, dan beliau banyak belajar agama dari nabi Ibrahim. Diutus oleh Allah swt. kepada kaum Sodom, bagian dari wilayah Yordania. Kaum nabi Luth dihancurkan oleh Allah swt. dengan diturunkan hujan batu bercampur api karena kedurhakaannya kepada Allah swt, terutama karena perilaku mereka yang suka mensodomi kaum laki-laki.
8. Ismail AS. adalah putra nabi Ibrahim AS. bersama ayahnya membangun (merenovasi) Ka’bah yang menjadi kiblat umat Islam. Beliau adalah seorang anak yang dikurbankan oleh ayahnya Ibrahim, sehingga menjadi dasar pensyari’atan ibadah Qurban bagi umat Islam.
9. Nabi Ishak AS. putra Nabi Ibrahim dari isterinya, Sarah. Jadi nabi Ismail dengan nabi Ishak adalah saudara sebapak, berlainan ibu.
10. Ya’qub AS. adalah putra Ishaq AS. Beliaulah yang menurunkan 12 keturunan yang dikenal dalam Al Quran dengan sebutan al Asbath, diantaranya adalah nabi Yusuf yang kelak akan menjadi raja dan rasul Allah swt.
11. Yusuf AS putra nabi Ya’qub AS.Beliaulah nabi yang dikisahkan dalam al Quran sebagai seorang yang mempunyai paras yang tampan, sehingga semua wanita bisa tergila-gila melihat ketampanannya, termasuk Zulaiha isteri seorang pembesar Mesir (bacalah kisahnya dalam Q.S. surah yusuf).
12. Ayyub AS. adalah putra Ish . Ish adalah saudara kandung Nabi Ya’qub AS. berarti paman nabi Yusuf AS. Jadi nabi Ayyub dan nabi Yusuf adalah saudara sepupu. Nabi Ayyub digambarkan dalam Al Quran sebagai orang yang sangat sabar. Beliau diuji oleh Allah swt. dengan penyakit kulit yang sangat dahsyat, tetapi tetap bersabar dalam beribadah kepada Allah swt. (bacalah kembali kisahnya)
13. Dzulkifli AS. putra nabi Ayyub AS. Nama aslinya adalah Basyar yang diutus sesudah Ayyub, dan Allah memberi nama Dzulkifli karena ia senantiasa melakukan ketaatan dan memeliharanya secara berkelanjutan
14. Syu’aib masih keturunan nabi Ibrahim. Beliau tinggal di daerah Madyan, suatu perkampungan di daerah Mi’an yang terletak antara syam dan hijaz dekat danau luth. Mereka adalah keturunan Madyan ibnu Ibrahim a.s.
15. Yunus AS adalah keturunan Ibrahim melalui Bunyamin, saudara kandung Yusuf putra nabi Ya’qub. Beliau diutus ke wilayah Ninive, daerah Irak. Dalam sejarahnya beliau pernah ditelan ikan hiu selama 3 hari tiga malam didalam perutnya, kemudian diselamatkan oleh Allah swt.
16. Musa AS. adalah masih keturunan nabi Ya’qub. Beliau diutus kepada Bani Israil. Beliau diberi kitab suci Taurat oleh Allah swt.
17. Harun AS. adalah saudara nabi Musa AS. Yang sama-sama berdakwah di kalangan Bani Israil di Mesir.
18. Dawud AS.adalah seorang panglima perang bani Israil yang diangkat menjadi nabi dan rasul oleh Allah swt, diberikan kitab suci yaitu Zabur. Beliau punya kemampuan melunakkan besi, suka tirakat, yaitu puasa dalam waktu yang lama. Caranya dengan berselang-seling, sehari puasa, sehari tidak.
19. Sulaiman AS. adalah putra Dawud. Beliau juga terkenal sebagai seorang raja yang kaya raya dan mampu berkomunikasi dengan binatang (bisa bahasa binatang).
20. Ilyas AS. adalah keturunan Nabi Harun AS. diutus kepada Bani Israil. Tepatnya di wilayah seputar sungai Yordan.
21. Ilyasa AS. berdakwah bersama nabi Ilyas kepada bani Israil. Meskipun umurnya tidak sama, Nabi Ilyas sudah tua, sedangkan nabi Ilyasa masih muda. Tapi keduanya saling bahu membahu berdakwah di kalangan Bani Israil.
22. Zakaria AS. seorang nabi yang dikenal sebagai pengasuh dan pembimbing Siti Maryam di Baitul Maqdis, wanita suci yang kelak melahirkan seorang nabi, yaitu Isa AS.
23. Yahya AS. adalah putra Zakaria. Kelahirannya merupakan keajaiban, karena terlahir dari seorang ibu dan ayah (nabi Zakaria) yang saat itu sudah tua renta, yang secara lahiriyah tidak mungkin lagi bisa melahirkan seorang anak.
24. Isa AS. adalah seorang nabi yang lahir dari seorang wanita suci, Siti Maryam. Ia lahir atas kehendak Allah swt, tanpa seorang bapak. Beliau diutus oleh Allah swt. kepada umat Bani Israil dengan membawa kitab Injil. Beliaulah yang dianggap sebagai Yesus Kristus oleh umat Kristen.
25. Muhammad saw. putra Abdullah, lahir dalam keadaan Yatim di tengah-tengah masyarakat Arab jahiliyah. Beliau adalah nabi terakhir yang diberi wahyu Al Quran yang merupakan kitab suci terakhir pula.

B. Tugas Para Rasul

Tugas pokok para rasul Allah ialah menyampaikan wahyu yang mereka terima dari Allah swt. kepada umatnya. Tugas ini sungguh sangat berat, tidak jarang mereka mendapatkan tantangan, penghinaan, bahkan siksaan dari umat manusia. Karena begitu berat tugas mereka, maka Allah swt. memberikan keistimewaan yang luar biasa yaitu berupa mukjizat.
Mukjizat ialah suatu keadaan atau kejadian luar biasa yang dimiliki para nabi atau rasul atas izin Allah swt. untuk membuktikan kebenaran kenabian dan kerasulannya, dan sebagai senjata untuk menghadapi musuh-musuh yang menentang atau tidak mau menerima ajaran yang dibawakannya.
Adapun tugas para nabi dan rasul adalah sebagai berikut:
1. Mengajarkan aqidah tauhid, yaitu menanamkan keyakinan kepada umat manusia bahwa:
a. Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa dan satu-satunya dzat yang harus disembah (tauhid ubudiyah).
b. Allah adalah maha pencipta, pencipta alam semesta dan segala isinya serta mengurusi, mengawasi dan mengaturnya dengan sendirinya (tauhid rububiyah)
c. Allah adalah dzat yang pantas dijadikan Tuhan, sembahan manusia (tauhid uluhiyah)
d. Allah mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan makhluqNya (tauhid sifatiyah)
2. Mengajarkan kepada umat manusia bagaimana cara menyembah atau beribadah kepada Allah swt. Ibadah kepada Allah swt. sudah dicontohkan dengan pasti oleh para rasul, tidak boleh dibikin-bikin atau direkayasa. Ibadah dalam hal ini adalah ibadah mahdhah seperti salat, puasa dan sebagainya. Menambah-nambah, merekayasa atau menyimpang dari apa yang telah dicontohkan oleh rasul termasuk kategori “bid’ah,” dan bid’ah adalah kesesatan.
3. Menjelaskan hukum-hukum dan batasan-batasan bagi umatnya, mana hal-hal yang dilarang dan mana yang harus dikerjakan menurut perintah Allah swt.
4. Memberikan contoh kepada umatnya bagaimana cara menghiasi diri dengan sifat-sifat yang utama seperti berkata benar, dapat dipercaya, menepati janji, sopan kepada sesama, santun kepada yang lemah, dan sebagainya.
5. Menyampaikan kepada umatnya tentang berita-berita gaib sesuai dengan ketentuan yang digariskan Allah swt.
6. Memberikan kabar gembira bagi siapa saja di antara umatnya yang patuh dan taat kepada perintah Allah swt. dan rasulNya bahwa mereka akan mendapatkan balasan surga, sebagai puncak kenikmatan yang luar biasa. Sebaliknya mereka membawa kabar derita bagi umat manusia yang berbuat zalim (aniaya) baik terhadap Allah swt, terhadap manusia atau terhadap makhluq lain, bahwa mereka akan dibalas dengan neraka, suatu puncak penderitaan yang tak terhingga.(Q.S. al Bayyinah: 6-8)
Tugas-tugas rasul di atas, ditegaskan secara singkat oleh nabi Muhammad saw.dalam sabdanya sebagai berikut:

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُِتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ
(رَوَاهُ أَحْمَد بن حَنْبَل)
Dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. (H.R. Ahmad bin Hanbal)

C. Tanda-Tanda Beriman Kepada Rasul-rasul Allah

Di antara tanda-tanda orang yang beriman kepada rasul-rasul Allah adalah sebagai berikut:
1. Teguh keimanannya kepada Allah swt
Semakin kuat keimanan seseorang kepada para rasul Allah, maka akan semakin kuat pula keimanannya kepada Allah swt. Ketaatan kepada para rasul adalah bukti keimanan kepada Allah swt. Seseorang tidak bisa dikatakan beriman kepada Allah swt. tanpa disertai keimanan kepada rasulNya. Banyak ayat al Quran yang menyuruh taat kepada Allah swt. disertai ketaatan kepada para rasulNya, antara lain dalam surah An Nisa ayat 59, Ali Imran ayat 32, Muhammad ayat 33 dan sebagainya.
Dua kalimat syahadat sebagai rukun Islam pertama adalah pernyataan seorang muslim untuk tidak memisahkan antara keimanan kepada Allah swt. di satu sisi, dan keimanan kepada Rasulullah di sisi lainnya. Dalam bahasa lain, beriman kepada para rasul Allah dengan melaksanakan segala sunah-sunahnya dan menghindari apa yang dilarangnya adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah swt.
2. Meyakini kebenaran yang dibawa para rasul
Kebenaran yang dibawa para rasul tidak lain adalah wahyu Allah baik yang berupa Al-Quran maupun hadis-hadisnya. Meyakini kebenaran wahyu Allah adalah masalah yang sangat prinsip bagi siapapun yang mencari jalan keselamatan, karena wahyu Allah sebagai sumber petunjuk bagi manusia.
Seseorang akan bisa meyakini kebenaran wahyu Allah, jika terlebih dahulu dia beriman kepada rasul Allah sebagai pembawa wahyu tersebut. Mustahil ada orang yang langsung bisa menerima suatu kebenaran yang dibawa oleh orang lain, padahal dia tidak yakin bahkan tidak mengenal terhadap sipembawa kebenaran tersebut.
Allah menjelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 285 yang artinya sebagai berikut:
“Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.”(Q.S. Al Baqarah 285)

Bagi tiap-tiap orang yang beriman wajib meyakini kebenaran yang dibawa oleh para rasul, kemudian mengamalkan atau menepati kebenaran tersebut. Bagi umat Nabi Muhammad saw. tentulah kebenaran atau ajaran yang diamalkannya ialah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
3. Tidak membeda-bedakan antara rasul yang satu dengan yang lain
Dengan beriman kepada rasul-rasul Allah otomatis berarti tidak membeda-bedakan antara rasul yang satu dengan rasul yang lain. Artinya seorang mukmin dituntut untuk meyakini kepada semua rasul yang pernah diutus oleh Allah swt. Tidak akan terlintas sedikitpun dalam hatinya untuk merendahkan salahsatu dari rasul-rasul Allah atau beriman kepada sebagian rasul dan kufur kepada sebagian yang lain. Sikap seorang mukmin adalah seperti yang digambarkan oleh Allah swt. dalam surah Al Baqarah ayat 285: yang artinya sebagai berikut:
"...Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya." Dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdo'a): "Ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali." (Q.S. Al-Baqarah : 285)
4. Menjadikan para rasul sebagai uswah hasanah
Para rasul yang ditetapkan oleh Allah swt. untuk memimpin umatnya adalah orang-orang pilihan di antara mereka. Sebelum menerima wahyu dari Allah swt, mereka adalah orang-orang yang terpandang di lingkungan umatnya, sehingga selalu menjadi acuan perilaku atau suri tauladan bagi orang-orang di lingkungannya.Apalagi setelah menerima wahyu, keteladanan mereka tidak diragukan lagi, karena mereka selalu mendapat bimbingan dari Allah swt.
Dalam surah Al Ahzab ayat 21 Allah swt. menegaskan sebagai berikut:
“Sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kamu,” (Q.S. Al Ahzab ayat 21).

Sebab itu, apa yang diucapkan atau yang dikerjakan rasulullah harus dicontoh atau diikuti, dan sebaliknya apa –apa yang dilarangnya harus dihindarkan.
(Q.S. Al Hasyr ayat 7).
Selain itu, keharusan kita meneladani rasul-rasul Allah karena alasan-alasan sebagai berikut:
a. Semua rasul-rasul dima’shum oleh Allah swt. Artinya mereka selalu dipelihara dan dijaga oleh Allah swt. untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan keji atau dosa. Selaku manusia sebenarnya bisa jadi mereka berbuat kesalahan, tetapi langsung oleh Allah swt. ditegur atau diluruskan.( Sebagai contoh coba anda baca asbabunnuzul surah ‘Abasa).
b. Semua rasul Allah mempunyai sifat-sifat terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan pribadi mereka. Sifat-sifat terpuji tersebut adalah sebagai berikut:
1). Shiddiq (benar). Mereka selalu berkata benar, dimana, kapan dan dalam keadaan bagaimanapun mereka tidak akan berdusta (kadzib).
2). Amanah, yaitu dapat dipercaya, jujur, tidak mungkin khianat.
3). Tabligh, artinya mereka senantiasa konsekwen menyampaikan kebenaran (wahyu) kepada umatnya. Tidak mungkin mereka menyembunyikan kebenaran yang diterimanya dari Allah swt. (kitman), meskipun mereka harus menghadapai resiko yang besar.
4). Fathanah, artinya semua rasul-rasul adalah manusia-manusia yang cerdas yang dipilih Allah swt. Tidak mungkin mereka bodoh atau idiot (baladah).
c. Khusus nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin para rasul (sayyidul mursalin) mendapat sanjungan dan pujian yang luar biasa dari Allah swt. disebabkan karena akhlaknya sebagaimana tersebut dalam surah Al Qalam ayat 4 yang artinya “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung “ (Q.S. Al Qalam: 4)
5. Meyakini rasul-rasul Allah sebagai rahmat bagi alam semesta
Setiap rasul yang diutus oleh Allah swt. pasti membawa rahmat bagi umatnya. Artinya kedatangan rasul dengan membawa wahyu Allah adalah bukti kasih sayang (rahmat) Allah terhadap manusia. Rahmat itu akan betul-betul bisa diraih oleh manusia (umatnya) manakala mereka langsung merespon terhadap tugas rasul tersebut. Di dalam Al-Quran dikatakan bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw. ke dunia merupakan rahmat (kesejahteraan) hidup di dunia dan akhirat."Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta." (Q.S. Al-Anbiya : 107)
6. Meyakini Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul terakhir
Nabi Muhammad saw. adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus oleh Allah swt. ke muka bumi ini. Tidak akan ada lagi nabi atau rasul sesudah beliau saw. Hal ini merupakan keyakinan umat Islam yang sangat prinsip dan telah disepakati oleh seluruh ulama mutaqaddimin dan mutaakh-khirin yang didasarkan kepada dalil-dalil naqli yang qath’i (pasti) dan dalil-dalil “aqli yang logis antara lain sebagai berikut:

a..Q.S. Al Ahzab ayat 40 yang artinya: “ Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah rasulullah dan penutup para nabi. Dan adalah Allah maha mengetahui terhadap segala sesuatu. (Q.S. Al Ahzab: 40)
Dalam ayat ini Allah menyatakan secara jelas bahwa Muhammad adalah khatamannabiyin (penutup para nabi).
b. Dalam hadis Mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dari Anas
bin Malik sebagai berikut:
اِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدِ انْقَضَتْ فَلاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلاً بَعْدِى (رَوَاهُ اَحْمَد بن حَنْبَل)

Sesungguhnya risalah kenabian itu telah habis. Maka tidak ada nabi dan rasul sesudahku.( H.R. Ahmad bin Hambal)

c. Dalam hadis shahih riwayat Imam Bukhari, Ahmad Ibnu Hibban dari Abi Hurairah sebagai berikut:
مَثَلِي وَمَثَلُ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا بِنَاءً فَاَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ مِنْ زَوَايَاهُ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ : هَلَّا وَضَعْتَ هَذِهِ اللَّبِنَةُ ؟ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ الأَنْبِيَاءِ (رَوَاهُ الْبُخَارِى)
Sesungguhnya perumpamaan diriku dengan nabi-nabi sebelumku adalah sama dengan seseorang yang membuat sebuah rumah; Diperindah dan diperbagusnya (serta diselesaikan segala sesuatunya) kecuali tempat (yang dipersiapkan) untuk sebuah batu bata di sudut rumah itu. Orang-orang yang mengelilingi rumah itu mengaguminya, tetapi bertanya: “Mengapa engkau belum memasang batu bata itu ?” Nabipun berkata: “ Sayalah batu bata (terakhir) sebagai penyempurna itu, dan sayalah penutup para nabi.” (H.R. Bukhari)

d. Dalam hadits Shahih Bukhari Muslim dari Abi Hurairah r.a. dinyatakan sebagai berikut:

لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَبْعَثَ رِجَالُوْنَ كَذَّابُوْنَ قَرِيْبٌ مِنْ ثَلاَثِيْنَ كُلُّهُمْ يَزْعَمُ اَنَّهُ رَسُوْلَ اللهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِى وَمُسْلِم عَنْ اَبِى هُرَيْرَة)

Artinya:
Tidak akan terjadi kiamat kecuali akan keluar (muncul) tukang-tukang bohong (para penipu) kira-kira 30 orang. Semuanya mengaku dirinya sebagai rasul Allah.
(H.R. Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah).

e. Q.S. Al-Maidah ayat 3 yang artinya: “Pada hari ini Kusempurnakan untuk kamu agama kamu, dan telah kucukupkan nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama buat kamu.”
Ayat di atas adalah wahyu Allah swt. yang terakhir diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Dalam ayat ini Allah swt. Menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang diridhaiNya dan bersumberkan dari wahyuNya telah sempurna. Artinya tidak perlu lagi ada tambahan atau pengurangan yang menggambarkan ketidaksempurnaannya.

f. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik

تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا اِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ (رَوَاهُ مَالِك)
Artinya:
“Dua hal telah aku tinggalkan pada kalian, jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Dua perkara itu ialah Al Quran dan Sunah Nabi.” (H.R. Imam Malik)

Hadits di atas menjelaskan bahwa cukuplah bagi umat Islam untuk menjadikan Al-Quran dan sunnah nabi saja sebagai pedoman hidupnya. Selama mereka tetap konsisten dengan keduanya sampai kapanpun dan dimanapun tidak akan tersesat. Sebab Al-Quran merupakan kitab terlengkap yang mampu memberikan solusi kepada seluruh aspek kehidupan manusia sebagaimana dinyatakan Allah dalam firmannya: “Tidaklah kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab (Al Quran), kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpun. (Q.S. Al An’am: 38). Demikian pula Nabi Muhammad saw.seluruh kehidupannya baik ucapan, perbuatan ataupun ketetapannya merupakan rujukan bagi kita.
Dengan demikian, jika ada lagi nabi setelah nabi Muhammad saw. berarti wahyu Allah akan turun lagi dan akan ada lagi serentetan hadis dari nabi atau rasul yang baru tersebut. Ini berarti menunjukkan ketidak sempurnaan ajaran Allah swt, ketidak validan Al Quran, dan ketidak lengkapan atau kelemahan sunah nabi. Hal ini sangat mustahil dan sangat bertentangan dengan pernyataan Allah swt. dalam Q.S. Al Maidah ayat 3 dan hadis nabi di atas. Sungguh ini merupakan pelecehan terhadap Allah, Al-Quran dan nabi Muhammad Saw. Naudzubillah min dzalika. Pantaslah kita simak pernyataan Syaikh Jamaluddin Muhammad Al Anshari dalam bukunya “ Lisanul Arab” sebagai berikut:
“Merujuk kepada Al Quran dan hadis mutawatir di atas, kalau ada orang yang mengatakan masih akan ada nabi setelah nabi Muhammad saw. atau ada orang yang mengaku menjadi nabi atau rasul maka mereka telah sesat dan kafir.”

7. Mencintai Nabi Muhammad saw.
Mencintai nabi Muhammad saw. adalah suatu keniscayaan dan menduduki peringkat yang paling tinggi, tentu setelah kecintaan kepada Allah swt, dibandingkan dengan kecintaan kepada selain beliau. Seseorang belum dikatakan sungguh-sungguh mencintai Rasulullah saw. jika ia masih menomorduakan kecintaan kepada beliau di bawah kecintaan kepada selain beliau. Mari kita renungkan firman Allah swt. dalam Q.S. At-Taubah ayat 24 yang artinya sebagai berikut:
“ Katakanlah , “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri dan kaum keluarga kalian ; juga harta kekayaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan RasulNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya.” Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang fasiq.” (Q.S. At-Taubah ayat 24)
Kecintaan kepada Allah swt. dan Rasul-Nya juga merupakan parameter keimanan seseorang. Lebih dari itu, manisnya iman akan dirasakan seorang muslim jika dia telah menjadikan Allah swt. dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada ragam kecintaannya kepada sekelilingnya. Rasulullah saw. telah bersabda:
ثَلاَثَةٌ مَنْ كَانَ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ : اَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَاَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ اِلاَّ ِللهِ وَ اَنْ يَكْرَهَ اَنْ يَعُوْدَ فِِى الْكُفْرِ بَعْدَ اِذْ اَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ اَنْ يُلْقَى فِى النَّارِ (رَوَاهُ الْبُخَارِى وَمُسْلِم عَنْ اَنَس)
Ada tiga perkara, siapa yang memilikinya, ia telah menemukan manisnya iman: 1) orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih daripada yang lainnya; 2) orang yang mencintai seseorang hanya karena Allah; 3) orang yang tidak suka kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam api neraka.
(H.R. Muttafaq alaih )

Dalam kitab Min Muqawwimat an- Nafsiyah al –Islamiyah arti cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mentaati dan mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya.” Al Baidhawi berkata, :” Cinta adalah keinginan untuk taat.”Al-Zujaj juga berkata: “Cinta manusia kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mentaati keduanya serta meridhai segala perintah Allah dan segala ajaran yang dibawa Rasullah saw.”
Kecintaan kita kepada Rasulullah saw. mengharuskan kita untuk menyelaraskan semua hal yang terkait dengan pribadi maupun sosial kita.

D. Bukti-bukti Cinta Kepada Rasul
Bukti-bukti cinta kepada Rasul harus meneladani seluruh aspek kehidupan Rasulullah, misalnya:
1. Dalam ibadahnya; diwujudkan dalam bentuk ketundukan dalam menjalankan dan memelihara salat sesuai dengan tuntunan beliau. Beliau bersabda:
صَلُّوْا كَمَا رَاَيْتُمُوْنِى اُصَلِّى
Salatlah kalian sebagaimana aku salat. (H.R. Bukhari)
2. Dalam tatacara berpakaian yang menutup aurat, sopan, bersih dan indah, makan makanan yang halal, bersih dan bergizi, makan tidak sampai kenyang, tidak makan kecuali setelah dalam keadaan lapar.
3. Dalam berkeluarga, misalnya sebagai seorang suami yang harus melindungi, mencintai dan menyayangi keluarganya. Beliau bersabda:

حُبِّبَ اِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ ثَلاَثٌ : اَلطِّيْبُ وَالنِّسَاءُ وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِى فِى الصَّلاَةِ (رَوَاهُ النّسَائِ)
Telah ditanamkan padaku di dunia ini tiga perkara: rasa cinta kepada wanita, wewangian, serta dijadikan mataku sejuk terhadap salat. (H.R. an-Nasai)

4. Sebagai pemimpin umat, Beliau lebih mendahulukan kepentingan umatnya daripada kepentingan pribadinya; Beliau bukan tipe manusia individualistik yang hanya memikirkan dirinya sendiri.
5. Sebagai anggota masyarakat, Beliau bukan manusia yang suka berdiam diri di rumah seraya memisahkan diri dengan masyarakat sekitar, tetapi selalu berinteraksi dengan semua lapisan masyarakat dan sering mengunjungi rumah-rumah para sahabatnya.
E. Nilai-nilai Yang Harus Diaplikasikan Dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Istiqamah dalam menjalankan syari’at agama
2. Tabah dan sabar dalam menghadapi musibah
3. Selalu optimis dan tidak pernah putus asa
4. Peduli terhadap kaum dhu’afa
5. Selalu melaksanakan ibadah-ibadah sunah
6. Tidak membeda-bedakan para Rasul-rasul Allah
7. Meyakini isi kitab-kitab yang dibawa oleh para Rasul
8. Meyakini para Rasul memiliki sifat-sifat terpuji
9. Menjadikan Rasul sebagai suri tauladan

Mengenal lebih dekat pribadi nabi Muhammad saw.
Adalah keistimewaan Nabi saw. bahwa apabila beliau mendirikan salat, ia dapat memandang orang yang dibelakangnya seperti halnya beliau memandang orang yang di depannya. Aisyah berkata : “ Adalah Nabi saw. dapat melihat di dalam gelap seperti halnya beliau melihat di waktu terang .”
Abu Hurairah berkata: “ Saya tidak melihat seseorang yang lebih cepat jalannya daripada Rasulullah saw, seolah-olah bumi ini berlipat baginya, kami telah mengeluarkan banyak tenaga, tetapi beliau kelihatan berjalan biasa tanpa mengeluarkan tenaga.”
Tentang tertawanya saw. bahwa beliau menunjukkan kegirangan hatinya dengan senyum. Bila ia berpaling, maka ia berpaling dengan keseluruhan badannya. Bila ia berjalan, ia begerak dengan gerak tangkas.
Tentang kefasihan lisan dan retorika (balaghah) nya ia sangat sempurna. Kata-katanya singkat dan padat. Lafadznya fasih dan lancar tanpa dibikin-bikin.
Ia mengetahui berbagai dialek arab, sehingga ia dapat berbicara dengan setiap umat dengan mempergunakan bahasa (dialek) daerahnya masing-masing.
Adapun tentang perkara tingkah-laku yang berupa akhlaq yang terpuji, adab susila dan sopan santun serta budi pekerti luhur, maka itu merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan Nabi saw. dalam wujudnya yang paling sempurna sebagaimana disanjungkan Allah kepadanya;”sesungguhnya engkau mempunyai akhlaq yang agung.” Berkata Aisyah ra. :”Akhlaq Rasulullah saw adalah Al Quran . Dia rela dengan relanya Al Quran, dan dia murka dengan murkanya Al Quran.” Nabi bersabda:” Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”
Tentang kesabaran dan pemaaf nabi dapat diketahui ketika beliau berdakwah di Thaif. Ia memaafkan mereka meski mereka bertindak sadis kepadanya.
Tentang kemurahan hatinya saw. dapat diikuti cerita sahabat beliau, Ibnu Abbas, bahwa pernah ada orang mengantarkan uang kepada beliau saw. Sebagai hadiah sebanyak 70.000 dinar. Uang itu diletakkan beliau di atas tikar. Sambil duduk bersila, uang itu dibagi-bagikan kepada kaum fakir miskin, dan beliau saw. belum mau berdiri sebelum uang itu habis. Setelah uang itu habis, ternyata masih ada orang fakir miskin yang datang meminta kepada Rasulullah. Maka beliau saw. berkata kepada orang tersebut: “Sekarang saya tidak punya apa-apa lagi, tetapi silahkan kamu berutang atas nama saya, nanti saya bayar !” Melihat yang demikian, berkatalah Umar bin Khattab kepada beliau saw :”Allah tidak akan memberati engkau apa yang engkau tidak mampu melakukannya.” Umar berkata demikian demi karena sayangnya kepada Rasulullah saw. Yang harus memberati dirinya dengan uang demi untuk memenuhi permintaan orang lain.
Tentang tawadlunya Nabi dapat dibuktikan, bahwa beliau tidak mau dikultuskan (disucikan atau didewa-dewakan) orang. Ketika para sahabat berdiri menghormati kedatangannya, maka beliau suruh semuanya duduk dan beliau berkata : “ Jangan kamu berdiri menghormati kedatanganku seperti halnya orang-orang ‘ajam berdiri menghormati pembesar-pembesar mereka. Jangan kamu dewakan aku seperti halnya kaum nasrani menuhankan Isa anak Maryam. Aku ini hanya seorang hamba, dan karena itu panggillah aku “ Abdullah warasuluhu.”

(silahkan klik komentar lalu isi dalam kolom (tinggalkan komentar anda) lalu klik Anonim dan klik Publikasikan komentar anda.trims)

MU'AMALAT JUAL BELI


oleh : BUBUNG NIEZAR
MU'AMALAT JUAL BELI DALAM ISLAM
===============================
Pengertian, Rukun, Hukum, Larangan, Dll)

A. Arti Definisi / Pengertian Muamalat :
Muamalat adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi manfaat dengan tata cara yang ditentukan. Termasuk dalam muammalat yakni jual beli, hutang piutang, pemberian upah, serikat usaha, urunan atau patungan, dan lain-lain. Dalam bahasan ini akan menjelaskan sedikit tentang muamalat jual beli.
B. Arti Definisi / Pengertian Jual Beli :
Jual beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang.
C. Rukun Jual Beli
1. Ada penjual dan pembeli yang keduanya harus berakal sehat, atas kemauan sendiri, dewasa/baligh dan tidak mubadzir alias tidak sedang boros.
2. Ada barang atau jasa yang diperjualbelikan dan barang penukar seperti uang, dinar emas, dirham perak, barang atau jasa. Untuk barang yang tidak terlihat karena mungkin di tempat lain namanya salam.
3. Ada ijab qabul yaitu adalah ucapan transaksi antara yang menjual dan yang membeli (penjual dan pembeli).
D. Hal-Hal Terlarang / Larangan Dalam Jual Beli
1. Membeli barang di atas harga pasaran
2. Membeli barang yang sudah dibeli atau dipesan orang lain.
3. Memjual atau membeli barang dengan cara mengecoh/menipu (bohong).
4. Menimbun barang yang dijual agar harga naik karena dibutuhkan masyarakat.
5. Menghambat orang lain mengetahui harga pasar agar membeli barangnya.
6. Menyakiti penjual atau pembeli untuk melakukan transaksi.
7. Menyembunyikan cacat barang kepada pembeli.
8. Menjual barang dengan cara kredit dengan imbalan bunga yang ditetapkan.
9. Menjual atau membeli barang haram.
10. Jual beli tujuan buruk seperti untuk merusak ketentraman umum, menyempitkan gerakan pasar, mencelakai para pesaing, dan lain-lain.
E. Hukum-Hukum Jual Beli
1. Haram
Jual beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli atau melakukan larangan jual beli.
2. Mubah
Jual beli secara umum hukumnya adalah mubah.
3. Wajib
Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa.
F. Kesempatan Meneruskan/Membatalkan Jual Beli (Khiyar)
Arti definisi/pengertian Khiyar adalah kesempatan baik penjual maupun pembeli untuk memilih melanjutkan atau menghentikan jual beli. Jenis atau macam-macam khiyar yaitu :
1. Khiyar majlis adalah pilihan menghantikan atau melanjutkan jual beli ketika penjual maupun pembeli masih di tempat yang sama.
2. Khiyar syarat adalah syarat tertentu untuk melanjutkan jual beli seperti pembeli mensyaratkan garansi.
3. Khiyar aibi adalah pembeli boleh membatalkan transaksi yang telah disepakati jika terdapat cacat pada barang yang dibeli.
G. Jual Beli Barang Tidak Terlihat (Salam)
Arti definisi/pengertian Salam adalah penjual menjual sesuatu yang tidal terlihat / tidak di tempat, hanya ditentukan dengan sifat danbarang dalam tanggungan penjual.
Rukun Salam sama seperti jual beli pada umumnya.
Syarat Salam :
1. Pembayaran dilakukan di muka pada majelis akad.
2. Penjual hutang barang pada si pembeli sesuai dengan kesepakatan.
3. Brang yang disalam jelas spesifikasinya baik bentuk, takaran, jumlah, dan sebagainya.
Macam dan Bentuk Jual Beli
Macam-macam dan Bentuk-bentuk Jual Beli
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi:
a. Ditinjau dari segi benda yang dijadikan obyek jual beli ada 3 macam:
1). Jual beli benda yang kelihatan
Yaitu pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjual belikan ada di depan penjual dan pembeli. Jual beli ini bolehkan karena lazim dilakukan masyarakat.
2). Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji.
Yaitu jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah jual beli yang tidak tunai (kontan). Salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.
3). Jual beli benda yang tidak ada
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.
b. Ditinjau dari segi pelaku akad (subyek), jual beli terbagi menjadi 3 yaitu:
1). Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan isyarat, karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakan kehendak.
2). Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat-menyurat sama halnya dengan ija>b qabu>l dengan ucapan, misalnya via pos dan giro. Jual beli seperti ini dibolehkan syara’.
3). Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu’ab dan qabu>l.
c. Ditinjau dari segi hukumnya
Para ulama membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi 3 bentuk:
1). Jual beli yang s}ah}ir lagi.
Namun jual beli yang sah dapat juga dilarang dalam syari’at bila melanggar ketentuan pokok berikut: (1) menyakiti si penjual, pembeli, atau orang lain; (2) menyempitkan gerakan pasar; (3) merusak ketentraman umum. Adapun contohnya antara lain:
(a). Membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari pada harga pasar, sedangkan dia tidak menginginkan barang itu, tetapi semata-mata supaya orang lain tidak dapat membeli barang itu.
(b). Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam masa khiya>r.
(c). Membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, sedangkan masyarakat umum memerlukan barang itu.
(d). Menjual suatu barang yang berguna, tetapi kemudian dijadikan alat maksiat oleh pembelinya.
(e). Jual beli dengan najasyi yaitu seseorang menambah atau melebihi harga temannya dengan maksud memancing-mancing orang agar orang itu mau membeli barang kawannya.
(f). Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk membeli barang-barangnya dengan harga yang semurah-murahnya, sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya.
2). Jual beli yang bat}il
Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang bat}il atau tidak sah (batal), apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyari’atkan. Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:
(a). Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti babi, berhala dan lainnya.
(b). Jual beli sperma atau mani hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan.
(c). Jual beli dengan muh{abarah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen.
(e). Jual beli dengan mulal)
(g). Jual beli garar, yaitu jual beli yang samar sehingga kemungkinan terjadi penipuan.
3). Jual beli yang fa>sid
Ulama maz|hab H{anafi membedakan jual beli fa>sid dan jual bat}il. Apabila kerusakan dalam jual beli terkait dengan barang yang diperjual belikan, maka hukumnya batal. Misalnya, jual beli benda-benda haram. Dan apabila kerusakan pada jual beli itu menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki, maka jual beli dinamakan fa>sid.
Sedangkan jumhur ulama tidak membedakan jual beli fa>sid dengan jual beli bat}il. Menurut mereka jual beli itu terbagi dua, yaitu jual beli yang s}ah}i>h} dan jual beli yang bat}il. Apabila rukun dan syarat jual beli terpenuhi, maka jual beli itu s}ah}ibah}ah (jual beli di atas harga pokok), yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba.
c. Bai’ salam, yaitu penjualan suatu barang yang masih berada dalam tanggungan penjual, namun pembayaran terhadap barang tersebut telah dilakukan oleh pembeli terlebih dahulu. Jadi, pada bai’ salam pembayaran harga barang dilakukan di muka sebelum barang diserahkan kepada pembeli.
d. Al-Istis}na’ (jual beli pesanan), merupakan salah satu bentuk dari jual beli salam, hanya saja objeknya yang diperjanjikan berupa manufacture order atau kontrak produksi. Istis}hna’ didefinisikan dengan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang.
e. Bai’ al-wafa’, yaitu jual beli yang dilangsungkan dua pihak yang dibarengi dengan syarat bahwa barang yang dijual itu dapat dibeli kembali oleh penjual, apabila tenggang waktu yang ditentukan telah tiba. Artinya, jual beli mempunyai tenggang waktu yang terbatas, misalnya 1 tahun, apabila waktu satu tahun telah habis maka penjual membeli barang itu dari pembelinya.
Ulama H{ana>fiyah menganggap bai’ al-wafa’ adalah sah dan tidak termasuk ke dalam larangan Rasulullah Saw. yang melarang jual beli yang dibarengi syarat, karena sekalipun disyaratkan bahwa harta itu harus dikembalikan kepada pemilik semula, namun pengembalian itu pun harus melalui akad jual beli.

(silahkan klik komentar lalu isi dalam kolom (tinggalkan komentar anda) lalu klik Anonim dan klik Publikasikan komentar anda.trims)

Sabtu, 26 Desember 2009

SENAJRAH PENDIDIKAN ISLAM

SEJARAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


oleh : BUBUNG NIEZAR PAMUNGKAS
------------------------------
SEJARAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Mengingat dengan semakin berkembangnnya teknologi dan budaya-budaya yang sangat memprihatinkan, sehingga orang Islam sendiri terbawa dan mengikuti dengan perkembangannya zaman, disinilah perlu ada pemaparan atau penjabaran yang harus dikemukakan kembali pendidikan dan pengajaran Islam, agar mereka mengetahui apa sebenarnya yang harus dilakukan dan bagaimana cara menyikapi keadaan yang berkembang ini.
II. Pembatasan Masalah
Adapun permasalah yang akan disajikan, maka disini perlu ada pembatasan masalah yang akan disajikan diantaranya :
Pertumbuhan Pendidikan islam di Indonesia
o Masa Masuk dan Pertumbuhan Islam
o Tentang Walisongo
Tokoh-tokoh Pendidikan Islam
Sistem Pendidikan Islam
Isi Pendidikan Islam
III. Tujuan
- Untuk memperbaharui sikap yang dimiliki oleh orang Islam akibat perubahan dan perkembangan budaya barat.
- Meningkatkan Pendidikan dan Ajaran-ajran Islam
- Mengkuti aturan-aturan Islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERTUMBUHAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Masa Masuk dan Pertumbuhan Islam
A Akselerasi Pertumbuhan Islam pada umumnya
Sejarah telah mencatat bahwa semua agama samawi atau agama wad’I disiarkan dan dikembangkan oleh para pembawanya yang disebut utusan Tuhan dan oleh para pengikutnya, mereka yakin bahwa kebenaran dari Tuhan itu harus disampaikan kepada manusia untuk menjadi pedoman hidup. Para penyebar agama banyak yang menepuh perjalanan jarak jauh dari tempat kelahirannya sendiri demi untuk mencapai ajaran-Nya, misalnya Nabi Ibrohim berhijrah dari daerah Babylonia menuju Palenstina Mesir dan Makah. Nabi Musa pulang balik dari mesir dan Palestina, Nabi Isa Hijrah dari Bitllahm ke Yerusalem, dan Nabi Muhammad hijrah dari Makah Ke Madinah. Para pemeluk agama menyebarkannya lagi ke tempa-tempat yang lebih jauh secara langsung atau secara beranting, sehingga agama-agama sekarang telah tersebar keseluruh Pelosok Dunia.
Diantara agama-agama besar di Dunia ini adalah yahudi, Nasrani, Islam, Hindu dan Budha, tetapi yang paling luas dan paling banyak pengikutnya ialah Nasrani dan islam. Hal tersebut tentu berhubungan dengan usaha penyiarnya oleh para pemeluknya.
Pengembangan Penyiaran agama islam termasuk paling dinamis dan cepat dibandingkan dengan agama-agama lainnya hal tersebut di ukur dengan kurun waktu yang sebanding dan dengan sikon, atau komunikasi dan transportasi yang sepadan. Catatan sejarah telah membuktikan bahwa islam dalam waktu 23 tahun dari kelahiranaya sudah menjadi tuan dinegrinya sendiri, yaitu Jajirah Arab. Pada zaman Khalifah Umar bin Khottob, Islam telah masuk secara potensial di Syam Palestina, Mesir dan Irak. Pada zaman Usmant bin Affan, Islam telah masuk dinegri-negri bagian Timur sampai ke Tiongkok dibawa dalam kurun waktu kurang dari satu abad dari kelahirannya. Sedangkan agama-agama lain memrlukan beberapa abad untuk dapat menyebar keluar negrinya dalam jarak yang jauh dan daerah yang luas atau menjadi tuan di negrinya sendiri.
Akselarasi dan dinamika penyebaran Islam tersebut disebabkan adanya faktor-faktor khusus yang dimiliki oleh Islam pada priode permulaannya, dan faktor pisif itu antara lain :
1). Faktor ajaran Islam itu sendiri . Ajaran islam, baik bidang akidah, syari’ah dan akhlaknya mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat, dapat diamalkan secara luwas dan ringan selalu memberikan jalan keluar dari kesulitan.
2). Faktor tempat kelahiran Islam yakni Jajirah Arabia
a. Jajirah Arabia lokasinya sangat strategis yaitu ditengah persimpangan antara benua benua Afrika, Eropa, Asian bagian Utara dan Asia bagian Timur. Bangsa-bangsa yang berada disekitar jajirah Arabia itu sudah terkenal memiliki kebudayaan yang maju, misalnya bangsa Mesir, Ethopia, Syiria, Romawi dan lain sebagainya. Dan demikian maka Negara-negara pada empat penjuru itu terasa sama dekatnya dan penyebaran islam dengan mudah sampai kepada mereka. Seandainya islam itu lahir di ujung selatan benua Afrika dan ujung selatan benua Amerika, maka jalannya penyebaran agama tersebut tidak akan cepat dan mudah.
b. Arabia itu disebut jajirah (pulau) karena hampir seluruh tanahnya dikelilingi oleh perairan secara langsung
c. Arabia terdiri dari daerah padang pasir dan gunung-gunung batu yang tandus hanya sebagian kecil saja bagian yang subur. Keadaan yang demikian itu, memaksa kepada penduduknya untuk mencari penghidupan dengan jalan perdagangan. Pertanian dan peternakan tidak dapat mencukupi kebutuhan minimal dari penduduknya. Sejak dahulu orang Arab sudah biasa melakukan perjalanan keluar Negrinya untuk kepentingan perdagangan. Nabi Muhammad pada waktu masih muda pernah pergi keluar Negri ke 2 kali (Syam) untuk berdagang. Perdagangan dikuasai oleh bangsawan suku Quraisy yang berkuasa dibidang politik dan ekonomi Al-Qur`an Surat Quraisy memberikan makna yang berlatar belakang kehidupan perdagangan penduduk Makah pada jaman itu. Hijrah yang pertama kali dilakukan oleh Islam ialah ke Negri Habasyah (Ethiopia) di Afrika. Negri Habsyah sudah dikenal oleh orang Arab karena termasuk tujuan perdagangan. Begitu juga Nabi Muhammad menyebut negri Tiongkok dalam hubungannya dengan kewajiban menuntut ilmu pengetahuan, ada hubungannya dengan perdagangan yang sudah terjalin antara Tiongkok dengan Timur Tengah. Bersamaan dengan perjalan dagang yang dilakukan oleh orang Arab itulah agama Islam ikut tersi’ar ke luar daerah Mekah. Kaum pedagang adalah yang paling sering hubungan dengan bangsa-bangsa lain. Mereka pada umumnya sikap yang ramah tamah dan dinamis. Faktor positif demikian itu ikut mempercepat tersiarnya agama Islam. Seandainya Islam yang pertama itu turun pada kaum Petani di tanah yang subur, maka daerah subur dengan sendirinya sifatnya menetap akan mengakibatkan perkembangan Islam tidak akan secepat itu
d. Iklim jajirah Arabia pada umumnya panas dan kering.
b. Masuk dan berkembangnya islam di Indonesia
ada dua faktor utama yang menybabkan Indonesia mudah dikenal.
1. faktor letak geografisnya yang strategis yakni berada dipersimpangan jalan raya Internasional dari Timur Tengah menuju Tiongkok
2. faktor kesuburan tanah yang menghasilkan sebagian bahan-bahan keperluan hidupyang dibutuhkan Bangsa-bangsa lain seperti rempah-rempah.

Tentang Walisongo
Ada hubungan timbal balik antara peranan walisongo dengan kerajaan demak dibidang dakwah Islam, yakni berdirinya kerajaan para wali. Raden Fatah menjadi raja adalah utusan para wali juga. Pada tahun 1476 raden fatah mendirikan Pondok Pesantren gelagah Ar-rum yang menjadi kota Bintoro serta mendirikan organisasi dakwah bernama bayangkari islam. Diantara kitab agama peninggalan zaman itu ialah usulbis (bismillah) perimbon, suluk sunanbonan, suluk sunan kalijaga dan wasito jati sunan geseng. Sebaliknya kerajaan Demak memberikan bantuan yang besar kepada dakwah Islam yang dilakukan oleh para wali
Mereka mendapat gelar susuhunan (Sunan), yaitu sebagai penasehat dan pembantu raja. Adapu walisongo itu adalah :
1. Maulana Malik Ibrohim = Maulana Syeh Magribi
2. Sunan Ampel = Raden Rahmat
3. Sunan Bonang = Maulana Ibrohim
4. Sunan Drajat = Raden Kosim
5. Sunan Giri = Raden paku = Raden Ainul Yakin
6. Sunan Qudus = Raden Amin Haji = Ja’far Sodik
7. Sunan Muria = Raden Prawoto = Raden sa’id
8. Sunan Kaijaga = Raden Syahid
9. Sunan Gunung Djati = Raden Abd Qodir = Syarif Hidayatulloh = Palatehah = Patahilah

B. TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM
1. KH. Ahmad Dahlan (1869-1923)
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Jogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari KH Abu Bakar bin KH Sulaiman, Khotib di Mesjid besar (jami’) kesultanan Jogyakarta.
Ia adalah seorang alim yang luas ilmunya dan tiada jemu-jemu menambah ilmu dan pengalamannya dimana saja ada kesempatan, sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah diperolenya, observatorium lembaga pernah ia datangi untuk mencocokan tentang ilmu hisab.
2. KH. Hasyim Asy’ary (1871-1947)
Dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombangn Jawa Timur, mula-mula ia belajar agama Islam pada ayahnya sendiri Kiayi Asy’ary. Kemudian ia belajar ke Pondok Pesantren di Probolinggo, kemudian pindah lagi ke Plangitan, Semarang, Madura, dan lain-lain.
Sewaktu ia belajar di Siwalan Panci (Sidoarjo) pada tahun 1891, Kiayi Yakub yang mengajarnya tertarik pada tingkah lakunya yang baik dan sopan santun, sehingga ingin mengambilya sebagai menantu dan akhirnya ia dinikahkan dengan putri kiayinya itu yang bernama khodizah (1892).
3. KH. Abdul Halim (1887-1962)
Lahir di Cibereleng, Majalengka pada ahun 1887 M. dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa Barat yang kemudian berkembang menjadi perserikatan Ulama yang kemudian berubah menjadi persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 april 1952 M/9 rajab 1371 H.
Dalam bidang pendidikan KHA Halim semula menyelenggarakan Pendidikan selama seminggu sekali tentang agama untuk orang-orang dewasa dan diantara pelajaran yang diberikan adalah Fiqh dan Hadist.
Perlu dikemukakan juga bahwa perserikaan ulama secara resmi bermadzhab pada Syafi’i . KHA memang tidak pernah menyingkirkan madzhab ini. Tetapi mempunyai hubungan yang erat dengan lembaga-lembaga pendikan yang didirkan oleh kalangan para pembaharu, malah lebih erat lagi hubngannya dengan kalangan tradisi.
Pada tanggal 7 Mei 1962 KHA Halim pulang ke rahmatulloh di Majalengka Jawa Barat dalam usia 75 tahun dan dalam keadaan tetap teguh peda madzhab Syafi’i

C. SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
Membicarakan sistem dan isi pendidikan islam tidak bisa melepaskan diri dari perjalanan sejarah perkembangan Islam di Indonesia itu sendiri
Seperti yang sudah diuraikan pada sub-sub bab di atas bahwa penyiaran agama islam di Indonesia sudah mulai sejak abad ke tujuh, yaiut pada zaman khalifah Utsman dan berkembang dengan berakhirnya perang salib yang menyebabkan kemunduran Dunia Islam. Oleh karena itu tersiarnya agama Islam di Indonesia diwarnai oleh dua kondisi yakni :
o Akibat-akibat kemunduran dunia Islam dengan jatuhnya Andalusia.
o Kondisi peradaban yang telah ada di Indonesia lebih dahulu yaitu peradaban Budha dan Hindu.
Kedua kondisi tersebut berhasil mengatasi kelemahan-kelemahannya, telah datang pula musuh-musuh Islam dalam perang salib di Eropa yaitu Portugis, Inggris, Spanyol kemudian belanda yang berhasil menjadikan Indonesia sebagai jajahan selama kurang lebih 350 tahun lamanya. Dampak dari perjalanan sejarah seperti tersebut diatas kendati bangsa Indonesia telah berhasil merebut dan memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. ternyata dampak tersebut masih terasa sampai sekarang ini.
Adapun Faktor-faktor mengapa agama Islam dapat tersebar dengan cepat diseluruh Indonesia, pada waktu itu adalah :
a. Agama Islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah diturut oleh segala golongan ummat manusia, bahkan untuk masuk Islam cukup dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
b. Sedikit tugas dan kewajiban dalam Islam.
c. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan berangsur-angsur, sedikit demi sedikit.
d. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara kebijaksanaan dan cara yang baik-baiknya.
e. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara perkataan yang mudah di pahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah sampai ke golongan atas dengan sabda nabi Muhammad SAW yang maksudnya : berbicaralah kamu dengan manusia menurut kadar akal mereka.
Sistem pendidikan Islam mengalami perubahan sejalan dengan perubahannya zaman dan pergeseran kekuasaan di Indonesia. Jadi keinginan untuk membenahi, memperbaharui dan menyempurnakan sistem pendidikan islam ini oleh dua hal :
o Semakin banyaknya kaum muslimin yang bisa menunaikan ibadah haji ke Makah dan belajar agama disana, maka setelah pulang kembali ketanah air Indonesia timbulah keinginan untuk mempraktekan cara-cara penyelenggaraan pendidikan pengajaran islam seperti di Makah, yang pada waktu itu Islam mulai bangkit kembali yang diplopori oleh syekh Moch Abdul, Syekh Moch Rasyid Rida dan lain-lain.
o Pengaruh sistem pendidikan Barat yang mempunyai program yang lebih terkordinir dan sistematis yang ternyata telah berhasil mencetak manusia terampil dan terdidik yang semakin jauh dari ajaran Islam.

D. ISI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Pada awal penyiaran agama Islam di Indonesia, maka para pengajur agama Islam menghendaki agar masyarakat, yang pada waktu itu masyarakat sudah menganut Hindu dan Budha, mau menerima agama Islam dan mau melakukan ajaran-ajaran islam, atau mau memeluk agama islam, oleh karena itu isi pendidikan Islam adalah pokok-pokok aqidah agama islam dan ajaran-ajaran islam yang mudah dipahami dan dilaksanakan.
Adapun Isi pendidikan dan pengajaran agama Islam pada tingkat permulaan ini meliputi :
a. Belajar membaca Al-Qur`an
b. Pelajaran dan Praktek shalat
c. Pelajaran ketuhanan (teologis) atau ketauhidan yang pada garis besarnya berpusat pada sifat dua puluh.
Maka isi pendidikan dan pengajaran agama Islam sampai timbul sistem madrasah, baik yang diajarkan di surau-surau, langgar, masjid maupun Pondok pesantren, adalah sebagai berikut
a. Pengajian Al-Qur`an, pelajarannya :
o Huruf hijaiyah dan membaca Al-Qur`an
o Ibadat (peraktek dan perukunan)
o Keimanan (Sifat Dua Puluh)
o Akhlak
b. Pengajian Kitab, Pelajarannya :
o Ilmu Shorof
o Ilmu Nahwu
o Ilmu Fiqh
o Ilmu Tafsir
o Ilmu Tauhid
o Ilmu Tafsir
o Ilmu Hadist
o Dan Ilmu-ilmu yang lainnya.
Adapun pelajaran yang lain sama dengan mata pelajaran disurau, hanya kitab yang digunakan tidak sama tapi pada intinya adalah sama, jadi berbeda cara namun tujuannya sama.


BAB III
KESIMPULAN

Begitu penting dan sangat berperan sekali pendidikan dan ajaran Islam untuk ummat muslim, mengingat keadaan bangsa Indonesia yang semakin terpuruk dan sangat memprihatinkan akan budaya yang sangat bertolak belakang dengan misi dan visi ummat islam sendiri, dan hanya dengan membuka sejarah untuk memberi pengertian akan pendidikan dan ajaran-ajaran islam agar pendidikan ajaran Islam itu sendiri lebih maju, karena zaman dulupun yang keadaan fasilitas dan komunikasi yang sangat minim bisa menembangkan pendidikan yang sangat baik dan patut dijadikan tuntunan untuk memperjuangkannya, apalagi keadaan sekarang yang serba dewasa dalam berbagai bidang.


DAFTAR PUSTAKA

 Sejarah Pendidikan Islam Indonesia, Drs H. A Musthgofa, Drs Abdulloh Ali Tahun 1999
 Sejarah Pendidikan Islam Dra Zuhairi, dkk, PT BUMI AKSARA, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1997

(silahkan klik komentar lalu isi dalam kolom (tinggalkan komentar anda) lalu klik Anonim dan klik Publikasikan komentar anda.trims)

RIBA



Oleh : BUBUNG NIEZAR
FIQIH RIBA

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Mengikuti dengan keadaan manusia yang tidak lepas kehidupannya dengan kebutuhan sehingga manusia melakukan berbagai hal untuk kebutuhannya, termasuk dalam masalah transaksi, hampir manusia melakukan transaksi setiap hari terutama dalam masalah jual beli dan semua itu mengakibatkan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan syara’ yakni pernbuatan “ Riba “ maka disini penulis menyajikan dalam makalah ini mengenai perbuatan Riba yang dilarang oleh ketentuan syara’ yang sering dilakukan oleh manusia.

II. Metode Penulisan
Sistem pembuatan makalah ini, penulis menyajikan dengan sistem literature membaca dan melihat dari buku-buku yang berkaitan dengan judul makalah ini.

III. Tujuan
• Memberi penerangan kepada manusia agar jauh dari perbuatan riba.
• Agar manusia bisa Bertransaksi dengan secara islami.
• Menerapkan ketentuan yang harus dilakukan oleh orang muslim khususnya.


BAB II
PEMBAHASAN

I. Penjelasan Tentang Riba
Arti kata dari riba ada dua, yang pertama asal “riba” mnurut bahasa ialah :
الزيادة yang artinya : lebih (bertambah).
Sedangkan yang dikenhendaki disini adalah menurut Istilah syara’ yakni :
مُقَابَلَةُ عِوَاضٍ بِأَخَرِ مَجْهُولٍ التَّمَثُلِ فِى مِعْيَارِ الشَّرْعِ حَالَةَ العَقْدِ اَوْمَعَ تَأْخِيْرِ العِوَاضَيْنِ اَواِحْدَهُمَا
Artinya : Pergantian sesuatu dengan sesuatu yang lain yang tidak dapat dilihat adanya kesamaan menurut timbangan syara’ ketika berakad, atau disertai mengakhirkan dalam proses tukar menukar atau hanya salah satunya.

Macam-macam riba
Dalam hal ini ada beberapa ulama yang berbeda tentang macam-macam riba, yang pada intinya semuanya sama dalam satu kata riba.
Menurut sebagian ulama yang dimaksud riba itu ada 2 macam yaitu :
1. Riba nasiah. pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan.
2. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya.
Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi'ah itu selamanya Haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat-ayat tentang riba, adalah riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
Menurut sebagian para ulama fuqoha lainnya, riba ada 4 bagian :
1. Riba fadhli (menukarkan dua barang yang sejenis dengan tidak sama ukurannya).
2. Riba qordhi (utang dengan syarat ada keuntungan bagi yang mempiutangi)
3. Riba yad (bercerai dari tempat akad sebelum timbang terima).
4. Riba nasa’ (penukaran yang disyaratkan terlambat salah satu dua barang).
Namun sebagian ulama fuqoha yang lainnya membagi riba itu atas tiga bagian yakni : Riba fadhli, nasa’ dan yad.
Barang-barang yang berlaku riba padanya ialah emas, perak dan makanan yang mengenyangkan atau yang berguna untuk makanan yang mengenyangkan seperti garam, gula dll. Jual beli barang tersebut, kalau sama jenisnya seperti emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum dan juga yang lainnya, diperlukan tiga syarat yaitu :
1. Tunai
2. Timbang terima
3. sama timbangan atau sukatannya
Kalau berlinan jenisnya atau jenisnya tidak sama seperti emas dengan perak, diperbolehkan tidak sama dalam timbangannya atau suktannya, tapi mesti tunai dengan timbang terima,

II. Ayat-ayat Al-Qur`an dan Hadist tentang Riba
Dalam AlQur`an di terangkan :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”Qs Al-Imron : 130

Dalam ayat lain :
Artinya : “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah

Dalam ayat lain :
Qs Al-Baqoroh : 275
( riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh untuk tidak dikembalikan.)
Dalam ayat lain:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Qs Al-Baqoroh: 278
Artinya : “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Qs Al-Baqoroh :279

Dalam ayat lain:
Artinya : “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah [1]. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa [2]. Qs Al-Baqoroh : 176
[1] yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang Telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
[2] Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.

sebagaimana sabda Rosululloh SAW :
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامَتِ قَالَ النَّبِىّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالفِضَّةُ بِالفِضَّةِ وَالبُرُّ بِالبُرِّ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمَرُ بِالتَّمَرِ وَالمِلْحُ بِالمِلْحِ مَثَلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدَّابِيَدٍ فَاِذَاخْتَلَفَ هَذِهِ الاَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ اِذَاكَانَ يَدًّا بِيَدٍّ.رواه مسلم وأحمد
Artinya : “Dari Ubadah bin Tsamit : Nabi SAW bersabda : Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum ddengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila berlainan jenisnya maka boleh kamu jual sekehendak kamu asal tunai.” Riwayat Muslim dan Ahmad

Dan dalam sabda Rosululloh SAW :
عَنْ جَابِرْ لَعَنَ رَسُوْلُ الله صلعم اَكَلَ الرِّبَا وَمُوَكِّلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ رواه مسلم
Artinya : “Dari jabir : telah melaknat (mengutuk) Rosululloh SAW kepada orang yang makan riba, wakilnya, penulisnya dan kedua saksinya.” Riwayat Muslim
Beberapa ayat diatas dan sabada Rosululloh tersebut teranglah pada kita bahwa riba itu betul-betul diharamkan atau dilarang oleh agama Islam. Tinggal pertanyaan apakah semua riba tersebut (4 macam) diatas termasuk dalam arti ayat dan hadist itu? Jawab dari pertanyaa tersebut, ada beberapa pendapat dari para ulama yang mengomentarinya, hanya saja belum ditemukan keterangan-keterangannya, tetapi dalam ayat diatas menurtut Ibnu Qoiyim dalam kitab Ilaamil Muaqqo’iin yang dimaksud diatas adalah riba nasi’ah atau nasa’ yang telah diharamkan dengan sikap yang telah terjadi pada jaman jahiliyyah yang mengakhirkan utang dari waktu yang semestinya dengan menambah bayaran apabila terlambat lagi bertamabh terus-menerus, tiap kelambatannya wajib ditambah.
Namun Ibnu Ziyad mengatakan bahwa Semua riba yang telah disebutkan diatas adalah haram dan ini sudah disepakati oleh para ulama. Bila masih ada jalan keluar untuk memberikan tambahan pengembalian hutang yaitu dengan cara nadzar atau tamlik (semata-mata hanya memberi), Kecuali bila dorurat yang mutlak karena memang tidak ada agi pilihan demi keselamatan nyawanya seperti yang telah dikomentarkan oleh Ibnu Hajar Yandafi’ul Itsmu Lidoruroti

Biasanya tidak ada yang mau melakukannya kecuali orang yang sangat hajat awalaupaun dia tahu akan akibat yang elah dilakukannya. Apabila berutang memandang yang mempiutangnya tidak akan mendakwa, menagihpun tidak bila diberi bunganya, tentu akan diberinya walupun tambahan yang diberikan didapatnya dari pinjaman pula kepada yang lain, atau dengan menjual hartanya yang ada. Terus menerus keadaannya dalam riba. Adakah kemadorotan dan kecelakaan yang lebih dari tiu? Meskipun dia mendapatkan untung tapi dia memadaratkan kepada orang lain, berarti menganiaya sesama manusia, serta akan mengalutkan keadaan masyarakat. Inilah yang dimaksud oleh ayat Alloh yang melarang mengambil harta dengan jalan bathil, walaupaun dapat keuntungan tapi sebagaimana dalam Qs Al-Baqoroh ayat 276 dan Ar-Rum ayat 39 bahwa hartanya itu tidak akan membuahkan keberkahan dan kebaikan kepadanya.
Dengan keruksakan masyarakat dan kemalaratan yang terjadi sebab wujudnya riba, maka Alloh yang maha adil dan mengetahui melarangnya yang amat keras supaya riba dihapuskan, dilenyapkan dari keadaan ini. Sehingga Alloh mengatakan orang yang tidak berhenti dengan riba seolah-olah dia mengumkan peperangan dengan Alloh dan Rosul-Nya.
Riba nasi’ah diharamkan karena menimbulkan kemadaratan yang sangat besar.

III. Kaidah
1. Sesuatu yang telah dilarang, tidak boleh dilakukan kecuali apabila terpaksa, tidak ada jalan lain.
2. yang dilarang guna penutup pintu kejahatan, dibolehkan karena kemaslahatan dan hajat.

IV Fa’idah
Bagaimanakah cara menghindar dari akad riba? Syekh Zainuddin Bin Abdul Aziz Al-Malebary dalam kitab Fathul Mu’innyamengomentarkan, bahwa cara menghindari dan menyingkiri akad riba bagi orang yang menjual emas dengan emas atau perak dengan perak atau gandum dengan gandum atau beras dengan beras, yang dilakukan dengan tidak sama besar, adalah hendaknya satu sama lainnya saling menghibahkan haknya itu, atau saling menghutangkannya kemudian membebaskan pembayarannya kembali,
Dalam jual beli emas dengan perak atu beras dengan gandum yang tidak telah saling menyeraterimakan sebelum berpisah, adalah bisa tersingkir dari akad Riba dengan cara menghutangkan oleh Fihak satu kepada fihak yang lainnya.


BAB III
KESIMPULAN

Sebagaimana Ibnu Ziyad mengatakan bahwa Semua riba yang telah disebutkan diatas adalah haram dan ini sudah disepakati oleh para ulama. Bila masih ada jalan keluar untuk memberikan tambahan pengembalian hutang yaitu dengan cara nadzar atau tamlik (semata-mata hanya memberi), Kecuali bila dorurat yang mutlak karena memang tidak ada agi pilihan demi keselamatan nyawanya seperti yang telah dikomentarkan oleh Ibnu Hajar Yandafi’ul Itsmu Lidoruroti Sbagaimana dalam Firman Alloh :
Artinya : “Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Qs Al-Baqoroh : 275
( riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh untuk tidak dikembalikan.)
Ayat tersebut tersebut teranglah pada kita bahwa riba itu betul-betul diharamkan atau dilarang oleh agama Islam.
Dan hanya kita sendiri yang bisa menghindari dari akad riba dengan melakukan atau mengamalkan segala yang telah dikomentarkan oleh para ualama diatas.


DAPTAR PUSTAKA

= Asyaikh Zainuddin Bin Abdul Aziz Al-Malebariy , Terjemah Fathul Mu’in Juz II Hal 173 Oleh Drs. H. Aliy As’ad Dibimbing Dr. H. Moch Tolhah Mansor SH..P Menara Kudus, Kudus1979
= Asyaikh Imam Syamsyuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Qosim Asy-Syafi’i , Terjemah Fathul Qorib Juz I Hal 43 oleh Drs. H. Imron Abu Amar, P Menara Kudus, Kudus 1982

--------
(silahkan klik komentar lalu isi dalam kolom (tinggalkan komentar anda) lalu klik Anonim dan klik Publikasikan komentar anda.trims)